airtronicfirearms.com

Mengenang Jafar Siddiq Hamzah, Aktivis Pembela HAM Asal Aceh

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menggelar aksi Kamisan ke-453 di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016). Dalam aksi itu mereka menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu dan mengkritisi pelantikan Wiranto sebagai Menko Polhukam karena dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Lihat Foto

- Sejarah mencatatkan nama Jafar Siddiq Hamzah, sebagai pejuang hak asasi manusia (HAM) di Aceh.

Di tengah eskalasi konflik usai pencabutan status daerah operasi militer (DOM), LBH Aceh mencatat sedikitnya terjadi 223 kasus penghilangan orang secara paksa di seluruh Aceh.

Kasus penghilangan paksa juga dialami oleh aktivis pembela HAM. Salah satunya Jafar Siddiq Hamzah yang dikabarkan menghilang sejak Agustus 2000.

Sebulan kemudian, tepatnya pada Minggu pagi, 3 September 2000, ia dinyatakan tewas.

Jenazahnya ditemukan di pinggir Jalan Merek-Sidikalang, Desa Nagalingga, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Sudah 24 tahun berlalu sejak jenazah Jafar ditemukan, kematiannya diduga kuat berkaitan dengan peranannya sebagai aktivis HAM.

Siapa Jafar Siddiq Hamzah?

Jafar Siddiq Hamzah lahir pada 16 November 1965 di Blang Pulo, Kota Lhokseumawe, Aceh.

Dikutip dari situs web KontraS Aceh, Jafar adalah anak kedua dari sembilan bersaudara. Orangtuanya bernama Nyak Hamzah Yusuf dan Habibah Rashid.

Ia lulusan SDN Blang Pulo dan MtsN Lhokseumawe. Kemudian, Jafar melanjutkan pendidikan Sekolah Pendidikan Guru Tingkat Menengah.

Setelah lulus, Jafar tertarik dengan hukum dan memutuskan untuk kuliah di Fakultas Hukum Universitas Amir Hamzah Medan, Sumatera Utara.

Karier bidang hukumnya berlanjut dengan bergabung bersama LBH Medan sebagai asisten pribadi ketua.

Ia menjadi pengacara sekaligus aktivis pembela HAM. Jafar juga berperan sebagai pendiri sekaligus Ketua International Forum for Aceh (IFA). IFA merupakan organisasi non-pemerintah yang mengkampanyekan perdamaian dan HAM di Aceh.

Organisasi ini menyoroti pelanggaran HAM di tengah gerakan kemerdekaan yang menewaskan sedikitnya 300 orang, yang sebagian besar dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia.

Melalui IFA, Jafar berupaya memperingatkan dunia akan tindakan represif militer di tanah kelahirannya.

Dia mengejar gelar dalam ilmu politik di New School For Social Research di New York sejak 1999, di mana ia terdaftar sebagai mahasiswa pada semester musim gugur.

Detik-detik hilangnya Jafar

Berdasarkan kronologi yang disusun Kontras Aceh, pada 27 Juli Jafar berangkat dari Banda Aceh menuju Medan bersama Adam Juli alias Andi Purnama dan putrinya.

Keesokan harinya ia berada di rumah keluarga, di Lhokseumawe.

Kemudian pada 29 Juli 2000, sekitar pukul 10.00, Jafar berangkat dari Lhokseumawe ke Medan dengan mobil yang sama bersama Adam Juli dan anaknya.

Di ibu kota Provinsi Sumatera Utara tersebut, Jafar tidak memiliki agenda khusus, kecuali mengunjungi teman-temannya dan mengakses berita-berita melalui Internet.

Pada 5 Agustus 2000, Jafar sempat bertemu dengan temannya Alamsyah Hamdani dan menelepon adik iparnya Susi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat