airtronicfirearms.com

Pembantaian Orang-orang yang Dituduh Komunis pada 1965-1966...

Seorang yang diduga anggota PKI setelah ditangkap oleh aparat keamanan Indonesia, Oktober 1965.
Lihat Foto

- Puluhan tahun telah berlalu dan pembantaian massal yang terjadi setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada 1965 masih diselimuti misteri.

Sampai saat ini, jumlah orang yang dibunuh pada 1965-1966 karena dituding sebagai anggota atau simpatisan PKI masih belum jelas.

Sejarawan John Roosa dalam bukunya Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto (2006), memaparkan perkiraan jumlah korban pembantaian massal pasca-G30S dari penyelidikan beberapa wartawan Barat.

Misalnya, Stanley Karnow dari Washington Post, setelah melalui perjalanan selama dua pekan di seluruh Jawa dan Bali, memperkirakan setengah juta atau 500.000 orang telah mati dibunuh.

Sementara itu, Seth King dari New York Times, pada Mei 1996, mengajukan perkiraan moderat, yaitu sebanyak 300.000 korban tewas.

Sedangkan, Seymour Topping yang merupakan rekan Seth King di New York Times, melakukan penyelidikan beberapa bulan kemudian dan menyimpulkan bahwa jumlah korban mati seluruhnya bahkan dapat lebih dari 500.000 orang.

Menurut ketiga koresponden asing tersebut, personel militer dan milisi sipil antikomunis terlibat dalam pembunuhan yang dilakukan secara sistematis.

Pada malam hari, tentara menggerebek rumah-rumah, menggiring orang-orang yang dicurigai sebagai simpatisan PKI ke atas truk, dan membawa mereka ke luar kota sebelum fajar.

King mendengar cerita dari seseorang yang kebetulan menumpang sebuah truk tentara bahwa kira-kira 5.000 orang dari Jakarta yang diambil dari rumah mereka masing-masing dibawa ke sebuah penjara di pinggir kota, dan di sana mereka mati perlahan-lahan karena kelaparan.

Sementara itu, Karnow menggambarkan pembunuhan besar-besaran di Salatiga, Jawa Tengah, yang dilaksanakkan secara terorganisasi oleh militer dan perangkat desa.

Ia menyebutkan, rombongan truk yang masing-masing berisi enam puluh tawanan menuju suatu kawasan tandus di Desa Djelok.

Para petani di daerah tersebut sudah diperintahkan lurah untuk menggali sebuah lubang besar satu hari sebelumnya.

Para tawanan dibariskan berdiri di bibir lubang, lalu ditembaki dalam beberapa menit. Beberapa dari mereka barangkali dikubur hidup-hidup, kata Karnow.

Topping juga menyimpulkan, militer melakukan pembunuhan secara kilat terhadap rakyat di Jawa Tengah, tetapi polanya berbeda dengan yang terjadi di Jawa Timur dan Bali.

Di dua daerah terakhir, militer biasanya menghasut penduduk sipil untuk melakukan pembunuhan, ketimbang memerintahkan personel mereka sendiri melakukan tugas kotor itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat