Simalakama Pendidikan di Indonesia
DI SEKOLAH Atmanagari yang kami dirikan pada 2017, penulis menemukan ironi saat mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk pelajar Kelas VII.
Sebagian besar mereka tak tahu nama-nama 38 provinsi di negara kita, dan tidak mengenali pula seorang pun pahlawan nasional Indonesia—yang beberapa di antaranya bahkan sudah kesohor ke negeri manca.
Sebagai guru, tentu kami tak boleh menyerah, apalagi berkecil hati. Sebaliknya, menjadikan kenyataan itu sebagai pelecut semangat demi membongkar selubung ketidaktahuan dalam alam pikiran mereka.
Setiba di rumah, penulis berusaha melipur diri dengan melanjutkan membaca buku biografi Mohammad Hatta, Untuk Negeriku (1979).
Dalam bab yang mengisahkan masa awal kepulangan Bung Hatta ke Hindia, terseliplah karangan Beliau yang pernah terbit di Majalah Daulat Rakyat No. 37, pada 20 September 1932, berjudul “Pendidikan.”
Berdasar buah pikiran Bung Hatta itulah, tulisan ini dilahirkan. Karya tersebut memberikan sudut pandang mendalam mengenai pentingnya pendidikan sebagai alat pembebasan dan pembentukan jiwa merdeka bagi rakyat Indonesia.
Di tengah gempuran kolonialisme, Hatta menyadari bahwa sekadar agitasi dan retorika politik tidaklah cukup untuk mencapai kemerdekaan sejati. Bagian inilah yang kerapkali membuatnya berseberangan dengan jalan pikiran Sukarno.
Bagi Hatta, perlu ada pendidikan yang tidak hanya membentuk pikiran, tetapi juga memperkuat budi pekerti dan iman.
Namun, lebih dari 90 tahun setelah tulisan itu diterbitkan, kita masih dihadapkan pada dilema yang sama: apakah pendidikan di Indonesia telah berhasil menjadi alat pembebasan atau malah terjebak dalam sistem yang membelenggu?
Harus diakui, pendidikan di Indonesia kiwari masih berada di persimpangan antara adicita dan realitas. Di satu sisi, pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan bangsa, mencetak generasi cerdas, kritis, dan siap menghadapi tantangan global.
Di sisi lain, realitas pendidikan di lapangan menunjukkan bahwa sistem ini masih jauh dari harapan.
Sedari kurikulum yang sering berganti tanpa evaluasi jelas, hingga ketimpangan akses pendidikan antara kota dan desa, kita melihat banyak masalah struktural yang menghambat tercapainya tujuan mulia pendidikan bagi anak bangsa.
Sengkarut kurikulum dan ketimpangan
Salah satu persoalan besar dalam pendidikan di Indonesia adalah, perubahan kurikulum yang terlalu sering terjadi tanpa ada arah yang jelas.
Setiap kali ada pergantian menteri pendidikan, kurikulum baru pun diluncurkan seakan-akan menjadi solusi instan bagi masalah yang ada.
Padahal, setiap perubahan kurikulum memerlukan waktu dan penyesuaian yang panjang, baik bagi guru, siswa, maupun orang tua.
Terkini Lainnya
- Ketentuan SKD dan SKB di CPNS Kemendikbud 2024
- Tips Sukses Hadapi World Skills Competition ala Favian, Peraih Medali Emas
- Kisah Amelia, Gadis Asal Biak Jadi Dokter Hewan Berkat Beasiswa ADik
- Kisah Faris Kuliah S1-S2 "Fast Track" UGM, Kini Lulus Dapat IPK 3,93
- SD Labschool Cibubur Sukses Gelar Festival Literasi dan Numerasi, Ajang Pengembangan Potensi Siswa
- Sekian Biaya Kuliah Binus University untuk Tahun Akademik 2025/2026
- Kisah Rafa Kusuma, Dalang Cilik Down Syndrome Berbakat Asal Yogyakarta
- Indonesia Dipercaya UNESCO-UNICEF Jadi Tuan Rumah Gateways Study Visit 2024
- Mahasiswa Indonesia Raih 5 Medali di World Skills Competition 2024
- 5 Beasiswa S1 Luar Negeri Buka Pendaftaran hingga Desember 2024
- Tingkatkan Literasi, Komisi X Setujui Pagu Anggaran Tahun 2025 Perpusnas
- Syarat Nilai SKD 2023 agar Bisa Digunakan untuk CPNS 2024
- Belum Dapat Hasil Seleksi Administrasi CPNS 2024 di Hari Terakhir? Ini Solusinya
- Apakah Nilai Rapor Rendah Masih Bisa Jadi Siswa Eligible SNBP 2025?
- Cara Konfirmasi Penggunaan Nilai SKD, Pelamar CPNS 2024 Cek
- Tol Solo-Klaten Bisa Dilintasi Mulai Jumat Dini Hari Nanti
- Belum Dapat Hasil Seleksi Administrasi CPNS 2024 di Hari Terakhir? Ini Solusinya
- Resmi Ajukan Bangkrut, Ini Sejarah dan Pendiri Tupperware
- Kemenag Buka 4 Beasiswa Non-degree bagi Santri ke Berbagai Negara
- Imbas E-meterai Eror, Meterai Tempel Boleh Dipakai di CPNS 2024
- PB HMI Sebut Kunjungan Paus Fransiskus ke Istiqlal Jadi Inspirasi Perdamaian Umat
- Kemendikbud Sebut Perlu Buka Prodi Arkeologi hingga Film dan Televisi di Aceh
- Cerita Ana, Guru yang Ikut Scholas Occurrentes, Komunitas Gagasan Paus Fransiskus