Rektor Undip Minta Tinjau Ulang Pencabutan Praktik Dekan Fakultas Kedokteran
- Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Suharnomo meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan meninjau ulang pencabutan praktik dekan Fakultas Kedokteran Undip, Dr.dr Yan Wisnu Prajoko.
Termasuk meminta peninjauan ulang penghentian sementara kegiatan Prodi Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran UNDIP di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi.
"Cobalah dipertimbangkan lagi, direnungkan ulang, lebih banyak manfaat atau mudaratnya dari keputusan itu,” pinta Suharnomo, dilansir dari laman Undip.
Baca juga: Perundungan Mahasiswa PPDS, Rektor Undip: Jangan Jadi Bahan Saling Menyalahkan
Suharnomo mengaku prihatin dengan penghentian proses kegiatan Prodi PPDS Anestesi dan Reanimasi FK UNDIP di RS Kariadi Semarang yang menyebabkan para residen terganggu kelancaran belajarnya.
Penghentian tersebut, meskipun bersifat sementara, menurutnya jelas merugikan para mahasiswa PPDS yang sedang menjalani proses pendidikan untuk menyiapkan mereka menjadi tenaga pelayanan kesehatan berkualifikasi spesialis.
“Semua tahu kita kekurangan dokter spesialis, tentu bukan sikap bijak kalau proses pendidikannya dihentikan. Apalagi dikaitkan dengan pemeriksaan, tidak relevan karena yang berada di situ statusnya mahasiswa dan pengajar. Otoritas kegiatannya pun ada di pengelola Rumah Sakit Kariadi. Terlalu jauh, untuk tidak menyebut mengada-ada kalau itu dikait-kaitkan," tambahnya.
Demikian pula dengan penghentian izin praktek dokter Yan Wisnu Prajoko di RS Kariadi. Secara jujur Suharnomo melihat tidak ada relevansi dan korelasinya dengan peristiwa kematian dokter Aulia Risma yang sekarang sudah menjadi kasus hukum.
“Apa kaitannya coba? Tidak ada relevansinya, tapi merugikan banyak pihak,” tambahnya lagi.
Ia juga meminta polemik dan perdebatan terkait kematian mahasiswi PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) Anestesi dan dan Reanimasi dihentikan sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian.
“Saya minta jajaran civitas akademika berhenti berpolemik dan berdebat tentang peristiwa kematian mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip. Stop sekarang juga. Tidak usah membuat pernyataan-pernyataan dan tidak usah terpancing, kita tunggu sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian,” kata dia.
Baca juga: Undip Sebut Dokter PPDS yang Tewas Tidak Kena Bullying, Ini 6 Poin Temuannya
Suharnomo berharap pihak-pihak di luar Undip juga melakukan hal sama supaya kepolisian bisa melakukan proses penyidikan dengan tenang dan cermat. “Kami mohon pengertian, mari kita berikan waktu kepolisian untuk melaksanakan tugasnya. Rasanya pembahasan kematian dokter Aulia Risma Lestari sudah menjadi masalah hukum sehingga pihak-pihak di luar penyidik sebaiknya menahan diri. Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dan menjadi bola liar,” katanya lagi.
Beberapa waktu lalu, keluarga dr Aulia Risma, yaitu ibunya yang bernama Nuzmatun Malinah, didampingi kuasa hukum dan Tim Inspektorat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah melaporkan kasus dugaan terjadinya perundungan, pemalakan dan pelecehan yang berujung kematian dokter Risma ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024) siang sekitar pukul 12.00 WIB.
Dengan adanya laporan tersebut, proses hukumnya menjadi jelas menurut Suharmono.
Karena itu, menurut Suharnomo, tidak perlu memperpanjang perdebatan, polemik, adu pendapat dan pro-kontra tentang ada atau tidak adanya perundungan, pemalakan, pelecehan dan apa yang menjadi penyebab meninggalnya dokter Risma.
Untuk civitas akademika Undip, Rektor secara tegas meminta untuk berhenti ikut berpolemik. “Stop. Sudah cukup," tegasnya.
Karena itu, sekali lagi dia meminta semua pihak menahan diri untuk tidak membuat pernyataan-pernyataan dan melontarkan tuduhan-tuduhan, dan menunggu hasil penyidikan dan proses hukum selanjutnya. “Kita percaya aparat penegak hukum akan melakukan tugasnya dengan baik. Biarlah proses hukum berjalan untuk membuka tabir tentang kasus ini. Tidak usahlah memperpanjang perdebatan soal itu. Kita tunggu saja proses hukumnya sampai selesai,” ujar mantan Dekan FEB UNDIP ini.
Jika proses hukum selesai apalagi sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap, Undip segera melakukan langkah lanjutan yang diperlukan. Dia tak mau berandai-andai, tapi jika ada jajaran Undip yang dianggap terlibat, sikap universitas sudah jelas.
“Tidak perlu banyak kata. Kalau ada yang dinyatakan bersalah, dan itu ada dalam lingkup kewenangan kami, pasti ada tindakan sesuai ketentuan yang ada. Saya bisa pastikan itu," pungkasnya.
Terkini Lainnya
- Cerita Faris, Mahasiswa Program "Fast Track" UGM Lulus S1 IPK 3,93
- Syarat Daftar SNBT bagi Siswa "Gap Year", Persiapan Tahun Depan
- 4 Tips Lancar Berbicara Pakai Bahasa Inggris, Pelajar Segera Cek
- Kemendikbud Bantah Anggapan Lulusan SMK Banyak Jadi Pengangguran
- 4 Beasiswa S1-S3 yang Tidak Perlu Surat Rekomendasi, Tawarkan Kuliah Gratis
- Kemendikbudristek Gelar Puncak Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024
- UNJ Gelar Wisuda Akademik 2023/2024, Rektor Angkat 6 Budaya Kerja Baru
- Sekian Biaya Kuliah Kedokteran Per Semester di Undip dan UNS
- Cara Daftar KJP Plus Tahap II Tahun 2024, Sekolah Segera Cek
- 319.255 Pelamar Lolos Seleksi Administrasi CPNS Kemenag 2024
- Komitmen Kemendikbudristek dalam Transformasi Digital Pendidikan
- Beasiswa S2 Qatar 2025 Dibuka, Kuliah Gratis Tanpa Batas Usia
- Agar Anak Gemar Membaca, Pegiat Literasi dan Pojok Baca Pun Berperan Penting
- Mahasiswa Prodi Sejarah Unair Punya Opsi Lulus Tanpa Skripsi
- Saat Jokowi Disebut Terkejut Tahu Gaji Pekerja Akan Dipotong Program Pensiun Tambahan
- Analisis Gempa M 4,9 Bandung Hari Ini: Dipicu Sesar Garsela, Terjadi Banyak Gempa Susulan
- Reuters: Israel Pasang Bahan Peledak di 5.000 "Pager" Milik Hizbullah, 3.000 Telah Meledak
- 19 Ciri-ciri Meterai Tempel Asli buat CPNS 2024
- Letak Meterai Tempel Sebelah Kiri atau Kanan Dokumen CPNS 2024?
- Simalakama Pendidikan di Indonesia
- Banyak Program Prioritas, Nadiem Optimistis Anggaran Kemendikbud Tahun 2025 Ditambah
- Kemenag Buka 4 Beasiswa Non-degree bagi Santri ke Berbagai Negara