Kemandirian Pangan dalam Sepiring Sinonggi
MESKI sudah lama tahu sinonggi sebagai makanan khas dari Sulawesi Tenggara, tapi baru pertama kali saya menyantap makanan yang berbahan dasar sagu ini saat berkunjung ke Kendari beberapa waktu lalu.
Dimakan bersama ikan kuah kuning dan sayuran. Sungguh makan malam yang sangat lezat.
Untuk memakan sinonggi, perlu sedikit keterampilan memindahkan sagu yang sudah diolah ke piring. Dengan menggunakan alat mirip sumpit, sagu yang seperti lem diputar-putar hingga dapat dipisahkan lalu disantap.
Menurut beberapa sumber, sejak ratusan tahun silam, sagu menjadi makanan pokok masyarakat, khususnya suku Tolaki di kawasan Sultra. Namun secara perlahan, posisi sagu sebagai bahan pangan pokok perlahan tergantikan oleh beras.
Sekarang sinonggi hanya menjadi makanan alternatif atau makanan pendamping nasi. Jurnalis Kompas Ahmad Arif menulis dalam bukunya “Sagu Papua”, bahwa sagu telah terpinggirkan secara perlahan melalui kebijakan pemerintah yang menerapkan program berasisasi.
Padahal dengan sagu yang banyak tumbuh di kawasan timur Indonesia menjadi kekuatan kedaulatan pangan.
Revolusi Hijau di zaman Suharto berhasil menjadikan padi sebagai komoditas utama yang dikonsumsi mayoritas masyarakat. Dan proses yang berlangsung selama bertahun-tahun itu membuat beras berhasil menjadi “raja” di perut orang Indonesia.
Kesadaran untuk mengenalkan kembali sagu sebagai pangan lokal kembali digencarkan di tahun 2019.
Mengambil momentum Hari Pangan Sedunia (HPS) Tahun 2019 di Kendari, sagu menjadi ikon utama peringatan HPS untuk menunjukkan komitmen bersama terhadap upaya membangun kemandirian dan kedaulatan pangan.
Pada peringatan HPS Tahun 2020, sagu kembali menjadi perhatian di mana pemerintah menggelar Pekan Sagu Nusantara (PSN) 2020 bertajuk “Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju”, pada Selasa (20/10/2020) di Jakarta.
Sagu menjadi salah satu komoditas pangan yang digenjot sebagai upaya pemerintah dalam rangka percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Namun upaya membangun kemandirian pangan melalui pemanfaatan sagu nampaknya butuh napas panjang. Perlu waktu lama untuk mengubah pola pangan masyarakat menjadi lebih beragam.
Menilik Skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana keragaman konsumsi pangan masyarakat.
Perkembangan skor PPH saat ini mengarah menjadi lebih beragam. Ini ditunjukkan dengan peningkatan skor dari 92,9 pada 2022 menjadi 94,1 pada 2023.
Namun demikian, skor PPH per kelompok pangan terutama padi-padian khususnya beras masih mendominasi dan melampaui skor ideal. Sementara kelompok pangan umbi-umbian di mana sagu berada di dalamnya masih di bawah angka konsumsi ideal.
Terkini Lainnya
- 5 Tempat Makan Soto Betawi di Tangerang, Terkenal Enak
- 10 Resep Soto Betawi, Nikmatnya Kuah Kaya Rempah
- Cara Goreng Ayam Ungkep agar Tidak Keras, Jangan Terlalu Lama Digoreng
- Resep Muffin Pisang Ambon, Kue Panggang untuk Akhir Pekan
- 5 Cafe Hits di MERR Surabaya, Cocok untuk Nongkrong dan Bekerja
- Resep Sambal Goreng Kentang Udang, Ide Masak Hari Ini
- Resep Brownies Kukus Almond, Alternatif Camilan Lebih Praktis
- Resep Colenak, Camilan Tape Bakar dari Jawa Barat
- Resep Risoles Jamur Keju, Cemilan Sore Mudah Dibuat di Rumah
- 6 Cafe Instagramable di Surabaya, Makan Sambil Foto Estetis
- Resep Pempek Adaan Ala Rumahan, Kenyal, Gurih, dan Mudah Dibuat
- Resep Nangka Pisang Goreng, Camilan Unik di Akhir Pekan
- Cara Simpan Alpukat yang Sudah Dipotong, Bisa Pakai Bawang Merah
- Kisah Joanathan McIntos, Blusukan Cari Kuliner Daerah untuk Dipromosikan ke Luar Negeri
- Cara Mudah Bikin Alpukat Cepat Matang Pakai Tisu dan Tusuk Gigi
- 5 Tempat Makan Sate Taichan di Malang, Harga Mulai Rp 10.000
- Cara Olah Cabai Kering di Rumah untuk Bumbu Masakan
- Resep Siomay Ayam Udang, Sajikan dengan Saus Sambal
- Resep Soto Medan ala Kaki Lima
- Resep Mie Goreng Ayam, Bisa Pakai Sayuran Favorit