Para Migran Berpacu dengan Waktu Mencapai Perbatasan AS-Meksiko Sebelum Trump Menjabat

- Saat Altagracia meninggalkan Honduras untuk memulai perjalanan berbulan-bulan ke perbatasan AS-Meksiko, dia punya dua tujuan jelas: mencapai Amerika Serikat (AS) untuk meminta suaka dan bersatu kembali dengan anak-anaknya yang tinggal di sana.
Namun setelah meninggalkan kampung halamannya di Siguatepeque, di dataran tinggi di Honduras tengah, dia mengetahui bahwa Donald Trump telah memenangkan pemilu AS dengan janji memperketat kebijakan imigrasi . Dia kini cemas, kemenangan Trump bisa memperkecil peluangnya untuk mencapai AS setelah perjalanan selama hampir tiga bulan melalui Amerika Tengah dan Meksiko.
Keitka berbicara dengan CNN dari tempat penampungan di negara bagian Oaxaca di Meksiko selatan, Desember lalu, perempuan berusia 39 tahun itu mengatakan bahwa dia berpacu dengan waktu untuk mencapai perbatasan selatan AS dengan Meksiko sebelum pelantikan Trump pada 20 Januari ini.
“Kami telah diberitahu bahwa ketika Trump menjabat, dia tidak akan mengizinkan kami masuk,” kata Altagracia melalui panggilan telepon dengan CNN. Dia meminta CNN tidak menyebutkan nama belakangnya karena khawatir hal itu akan berdampak pada permintaan suakanya di AS.
Altagracia merupakan salah satu dari sejumlah migran yang dihubungi CNN. Mereka sedang berupaya untuk mencapai perbatasan AS-Meksiko sebelum Trump kembali ke Gedung Putih.
Dia mengatakan, kekhawatirannya dipicu oleh retorika Trump tentang deportasi besar-besaran dan kemungkinan penutupan perbatasan secara total.
“Pada hari pertama saya kembali ke Ruang Oval, saya akan menandatangani sebuah perintah eksekutif bersejarah untuk menutup perbatasan kita dari orang-orang asing ilegal dan menghentikan invasi ke negara kita,” kata Trump akhir Desember lalu di acara Turning Point USA di Phoenix, Arizona.
"Pada hari yang sama, kami akan memulai operasi deportasi terbesar dalam sejarah Amerika,” kata Trump yang disambut sorakan hadirin.
"Berharap Tiba Tepat Waktu"
Altagracia mengatakan, dia meninggalkan kampung halamannya Oktober tahun lalu setelah beberapa anggota keluarganya dibunuh geng kriminal lokal. Dia mengaku, dirinya juga telah menerima ancaman pembunuhan. Saat ini dia berjalan bersama sejumlah kerabatnya dan cemas bahwa berbagai hambatan yang mereka hadapi akan memperlambat waktu mereka tiba di perbatasan.
Terkini Lainnya
- China Berharap Dalai Lama "Kembali ke Jalan yang Benar"
- PM Israel Klaim Bercanda soal Pendirian Negara Palestina di Arab Saudi
- Sandera Israel yang Dibebaskan Hamas Tak Tahu Istri dan 2 Putrinya Sudah Tewas
- PM Israel: Rakyat Palestina Bisa Bangun Negara di Arab Saudi, Banyak Lahan di Sana
- Menteri Muda Inggris Dipecat PM Starmer gara-gara Pesan WhatsApp
- Pernikahan di China Turun 20 Persen pada 2024, Picu Kekhawatiran soal Angka Kelahiran
- Trump Klaim, Utang AS Lebih Rendah dari yang Diperkirakan Selama Ini
- Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza, Terbuka Negara Lain Bantu Membangun Kembali
- Polisi Temukan Sejumlah Senapan Berizin di Lokasi Penembakan Massal Swedia
- Presiden Turkiye: Tak Ada yang Punya Kuasa untuk Mengusir Warga Gaza
- Trump: AS Mulai Kehilangan Kesabaran dengan Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hamas
- Resmi, Kemenag Bakal Gelar Sidang Isbat Awal Ramadan 1446 H 28 Februari 2025
- Sentil Marcell Siahaan soal Kasus Royalti, Ahmad Dhani: Once yang Sarjana Hukum Aja Enggak Berani Bawa Lagu Dewa 19 Lagi
- Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon Resmi Menikah
- Kebakaran Los Angeles Jadi Bencana Terbaru Industri Hiburan Hollywood, Semua Terdampak
- Trump 2.0 dan Peluang Kembalinya Agenda Abraham Accord di Timur Tengah
- [KABAR DUNIA SEPEKAN] Ikan Tuna Raksasa Laku Rp 21 Miliar | Gempa Tibet Tewaskan 95 Orang