Singapura Sahkan UU yang Larang Campur Tangan Asing di Organisasi Berbasis Ras

SINGAPURA, - Singapura mengesahkan sebuah undang-undang (UU) yang dirancang untuk melindungi klan berbasis ras dan asosiasi bisnis dari campur tangan asing. Pengesahan UU itu merupakan bagian dari upaya pemerintah negara itu membatasi keterlibatan orang asing yang dapat menganggu keharmonisan rasial di negara kota multikultural tersebut.
Berdasarkan UU Pemeliharaan Keharmonian Rasial, yang disahkan Selasa (4/2/2025) malam, jika suatu organisasi ditetapkan sebagai entitas berbasis ras, mereka wajin melaporkan sumbangan dari pihak asing dan anonim, afiliasi luar negeri, dan struktur kepemimpinannya.
Pemerintah juga berwenang mengeluarkan perintah pembatasan agar suatu entitas tidak menerima donasi dari pihak asing, melarang donasi anonim, atau mewajibkan entitas tersebut mengembalikan atau membuang donasi itu.
UU baru itu juga memberikan wewenang kepada Menteri Dalam Negeri Singapura untuk mengeluarkan perintah penahanan terhadap individu yang terlibat dalam “konten yang dapat mengganggu keharmonisan rasial di Singapura”.
Menteri Hukum dan Dalam Negeri negara itu, K Shanmugam, mengatakan kepada parlemen bahwa UU itu bukanlah obat mujarab untuk semua masalah rasial dan tidak dapat mencegah ketidakpekaan atau komentar berbau rasial dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami mengakui bahwa mungkin sulit untuk menindak pelanggaran yang terjadi di luar Singapura, namun hal ini menegaskan komitmen kami untuk menjaga keharmonisan rasial, bahkan ketika ancaman itu berasal dari luar Singapura.”
UU tersebut didukung oleh partai oposisi, meskipun beberapa anggota parlemen menyatakan agar berhati-hati.
Anggota parlemen dari pihak oposisi, Gerald Giam, mengatakan definisi yang luas terkait "afiliasi asing" dapat secara tidak sengaja menciptakan hambatan bagi asosiasi lokal yang memiliki ikatan sejarah yang kuat dengan kelompok luar negeri yang telah membantu melestarikan warisan budaya Singapura.
Populasi penduduk Singapura terdiri dari 74 persem Tionghoa, 13,6 persen Melayu, 9 persen India, dan 3,3 persen diklasifikasikan sebagai "bangsa-bangsa lainnya".
Tahun lalu, Singapura menunjuk pengusaha Chan Man Ping Philip sebagai “orang penting secara politik” karena kegiatan memajukan kepentingan negara asing yang tidak disebutkan. Sebagai warga negara Singapura yang dinaturalisasi, Chan menghadiri acara tahunan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China di Beijing dan mengatakan kepada media lokal bahwa komunitas Tionghoa perantauan harus membentuk sebuah “aliansi” dan “menceritakan kisah China dengan baik”.
Chan yang kelahiran Hong Kong adalah presiden Hong Kong Singapore Business Association.
Terkini Lainnya
- Singapura Sahkan UU yang Larang Campur Tangan Asing di Organisasi Berbasis Ras
- Imbas Ditutupnya USAID, Staf di Seluruh Dunia Diminta Cuti Dahulu
- Saudi Tak Akan Jalin Hubungan dengan Israel Tanpa Pembentukan Negara Palestina
- Presiden Trump Hapus Departemen Pendidikan Berdasar Perintah Eksekutifnya
- Donald Trump: AS Ingin Ambil Alih Jalur Gaza
- Jenazah Semua Korban Tabrakan Pesawat dan Helikopter di AS Ditemukan
- Penembakan Massal di Sekolah Swedia, 10 Tewas, Jadi yang Terburuk di Negara Itu
- Kasus Perawat Bunuh 7 Bayi di Inggris Bakal Ditinjau Ulang, Ini Alasannya
- [POPULER GLOBAL] AS Akan Tutup USAID | Bom Tewaskan Pembelot Ukraina Pro-Rusia
- Jam Kiamat "Doomsday Clock" Berdetak 1 Detik, Manusia Semakin Menuju Kehancuran
- UNRWA Peringatkan Kamp Jenin Tepi Barat Menuju ke Arah Bencana
- Update Korban Kecelakaan di GT Ciawi: 2 Jenazah Teridentifikasi
- Ketika Ahmad Dhani Komentari Kasus Royalti Agnez Mo Vs Ari Bias...
- Imbas Ditutupnya USAID, Staf di Seluruh Dunia Diminta Cuti Dahulu
- Saudi Tak Akan Jalin Hubungan dengan Israel Tanpa Pembentukan Negara Palestina
- Presiden Trump Hapus Departemen Pendidikan Berdasar Perintah Eksekutifnya
- Donald Trump: AS Ingin Ambil Alih Jalur Gaza