Perang AI Global: Indonesia di Persimpangan antara Dominasi AS dan China

INDONESIA saat ini menghadapi tantangan geopolitik yang kompleks dalam memilih kemitraan teknologi di tengah perang perebutan pengaruh kecerdasan buatan (AI) antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Kedua negara ini berlomba menguasai AI sebagai elemen kunci dalam persaingan geopolitik global, yang bukan hanya menentukan dominasi ekonomi, tetapi juga kekuatan strategis dan militer.
Bagi Indonesia, dinamika ini bukan sekadar peluang untuk mengadopsi teknologi mutakhir, tetapi juga ancaman jika ketergantungan terhadap salah satu pihak melemahkan kedaulatan nasional.
Oleh karena itu, Indonesia harus cermat menavigasi tekanan geopolitik sambil memastikan kebijakan teknologinya tetap independen dan berorientasi pada kepentingan nasional.
AS dan China memiliki pendekatan berbeda dalam mengembangkan dan menyebarluaskan AI. AS mengandalkan sektor swasta yang inovatif dan ekosistem teknologi yang terbuka, memungkinkan perusahaan seperti Google, Microsoft, dan OpenAI mendominasi riset AI global.
Baca juga: Gerah dengan Kebijakan Tarif Trump, China dan Kanada Siapkan Balasan
Di sisi lain, China mengintegrasikan AI dalam strategi industrialisasi dan keamanan nasionalnya, dengan dukungan kuat dari pemerintah terhadap perusahaan seperti Huawei dan Alibaba.
Perbedaan pendekatan ini menciptakan blok-blok teknologi yang berpotensi membelah dunia, dan Indonesia harus menentukan strategi terbaik agar tidak terjebak dalam konflik kepentingan yang dapat merugikan kemandirian teknologinya.
Lantaran itu perang AI antara AS dan China memengaruhi geopolitik global dengan cara yang semakin terasa di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kedua negara berlomba menawarkan teknologi AI dalam berbagai sektor, mulai dari infrastruktur digital hingga keamanan siber, sering kali dengan syarat dan ketentuan yang memiliki implikasi politik.
Jika Indonesia tidak berhati-hati, ketergantungan pada salah satu pihak dapat membawa konsekuensi terhadap kebijakan luar negerinya, terutama dalam menjaga keseimbangan antara dua kekuatan besar yang memiliki pengaruh ekonomi dan militer yang luas di kawasan.
Pendekatan berbeda AS dan China
AS dan China, meskipun keduanya merupakan kekuatan besar dalam bidang teknologi, memiliki pendekatan yang sangat berbeda.
Maka bagi Indonesia, memilih untuk menjalin kemitraan dengan salah satu dari kedua negara besar ini bukanlah keputusan yang mudah.
Jika Indonesia mengutamakan kemitraan dengan AS, negara ini akan lebih terlibat dalam sistem teknologi global yang terbuka dan inovatif.
Kemitraan semacam ini membuka akses ke teknologi canggih dan peluang untuk berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan global, yang dapat mempercepat transformasi digital di Indonesia.
Baca juga: Balas Tarif Trump, China Selidiki Google, Nvidia, Intel soal Monopoli
Di sisi lain, jika Indonesia lebih condong pada China, negara ini dapat meraih keuntungan dari kemajuan infrastruktur teknologi yang pesat dan kebijakan industrialisasi yang kuat.
Terkini Lainnya
- Perang AI Global: Indonesia di Persimpangan antara Dominasi AS dan China
- Trump Bawa AS Keluar dari 2 Badan PBB UNHRC dan UNRWA, UNESCO Menyusul
- US Postal Service Stop Terima Paket dari China dan Hong Kong
- Hamas: Trump Ambil Alih Gaza Bisa Picu Kerusuhan di Kawasan
- Trump Usul Ambil Alih Jalur Gaza, PM Australia: Tetap pada Solusi Dua Negara
- Singapura Sahkan UU yang Larang Campur Tangan Asing di Organisasi Berbasis Ras
- Imbas Ditutupnya USAID, Staf di Seluruh Dunia Diminta Cuti Dahulu
- Saudi Tak Akan Jalin Hubungan dengan Israel Tanpa Pembentukan Negara Palestina
- Presiden Trump Hapus Departemen Pendidikan Berdasar Perintah Eksekutifnya
- Donald Trump: AS Ingin Ambil Alih Jalur Gaza
- Ada Efisiensi Anggaran, Apakah Gaji ke-13 dan 14 ASN Ditiadakan?
- Kronologi Kecelakaan Maut di Tol Ciawi: Truk Alami Rem Blong dan Tabrak 6 Kendaraan
- Kecelakaan di Tol Ciawi: Sugiarti Selamat, dan Suaminya Meninggal Saat Keluar Mobil Pinjam E-toll
- Trump Bawa AS Keluar dari 2 Badan PBB UNHRC dan UNRWA, UNESCO Menyusul
- US Postal Service Stop Terima Paket dari China dan Hong Kong