Mencermati Status AI dalam Hukum Kekayaan Intelektual
KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada 19 April 2024, menerbitkan siaran pers bernomor 276/HM/Kominfo/04/2024 yang berisi ide penyusunan regulatory framework terkait teknologi berbasis Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).
Menkominfo Budi Arie menyebutkan, regulatory framework AI dimaksudkan untuk mengatasi risiko yang dapat muncul dari pemanfaatan teknologi ini di Indonesia.
Namun, konsep regulatory framework yang dimaksudkan oleh Kemkominfo belum begitu jelas, apakah dalam bentuk peraturan menteri atau produk undang-undang.
Penting untuk melihat AI tidak saja sebagai bagian dari perkembangan teknologi, tetapi juga status hukumnya ketika AI diperhadapkan pada persoalan hukum yang dapat timbul di kemudian hari.
Posisi hukum AI penting untuk dicermati ketika model teknologi ini sewaktu-waktu menimbulkan permasalahan, khususnya dalam hal pemanfaatan kekayaan intelektual yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi.
Perlindungan kekayaan intelektual
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, konsepsi mengenai kekayaan turut mengalami perubahan.
Saat ini sistem hukum meletakkan kekayaan ke dalam 3 (tiga) kategori. Pertama, sebagian besar masyarakat mengakui hak kepemilikan pribadi dalam kekayaan pribadi yang berwujud atau yang dikenal dengan istilah “tangible things”.
Kedua, kekayaan dalam pengertian riil, seperti tanah dan bangunan. Ketiga, kekayaan yang diketahui sebagai kekayaan intelektual atau intangible things.
Terkait kekayaan intelektual, hak kekayaan tersebut secara global diakui dalam bentuk produk ide, seperti dalam bentuk hak cipta, paten, merek dan rahasia dagang, tata letak sirkuit terpadu, varietas tanaman (Alfons, 2017).
Terkait dengan intangible things, David Bainbridge memberikan rumusan kekayaan intelektual sebagai hak-hak hukum yang terkait dengan upaya kreatif atau reputasi yang bersifat komersial sebagai hak milik pencipta yang berkaitan dengan berbagai karya cipta (Bainbridge, 2010).
Dan pentingnya perlindungan terhadapnya mulai diakui dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883 (Konvensi Paris untuk Perlindungan Properti Industri) dan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886 (Konvensi Berne untuk Perlindungan Karya Sastra dan Artistik).
John Maeda dalam bukunya berjudul “The Laws of Simplicity: Design, Technology, Business, Life”, menyebutkan bahwa kreativitas adalah tentang kepemilikan (Creativity is about Ownership) (Maeda, 2006).
Melalui hukum kekayaan intelektual (Intellectual Property Law), hak cipta memiliki dasar hukum untuk memiliki dan mendapatkan keuntungan ekonomi dari kegiatan atau karya kreatif pemiliknya, seperti karya novel, program komputer, gambar, film, siaran televisi, pertunjukan dan juga obat-obatan (Bently et. al., 2022).
Apa itu AI?
Secara konseptual, AI sebagai karya kreatif bidang teknologi sulit untuk didefinisikan. Namun, ia dapat digambarkan sebagai bidang sains dan seperangkat teknologi komputasi yang terinspirasi oleh cara manusia menggunakan sistem saraf dan tubuhnya untuk merasakan, belajar, dan mengambil tindakan.
Menurut Nils J. Nilsson, definisi AI yang diakui secara luas adalah kegiatan yang dikhususkan untuk membuat mesin menjadi cerdas dan kualitas kecerdasan tersebut yang memungkinkan suatu perusahaan berfungsi dengan tepat dan mempunyai visi ke depan (Nilsson, 2009).
Terkini Lainnya
- Membaca Ulang UU P2SK: Taruhan Independensi Advokat dan Kepastian Investasi
- Kriminalisasi Guru: Hukum Pidana Tak Lagi "Ultimum Remedium"
- Mencegah Salah Langkah Fakultas Hukum
- Persidangan Terdakwa Anak, Terlalu Sederhanakah?
- Mekanisme Hukum Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan
- Barang Gadai Hilang, Bagaimana Hukumnya?
- Over Kredit Kendaraan Tanpa Persetujuan Perusahaan Pembiayaan
- Aturan Hukum Penangguhan Penahanan
- Aturan Perlindungan Hukum Keputusan Bisnis Direksi PT
- Aturan Pemblokiran Izin Usaha Pertambangan
- Mekanisme Hukum Perubahan Direksi dan Komisaris Perusahaan Tambang
- Aturan Hukum Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
- Direksi Dipecat Tanpa Hak Membela Diri, Berikut Risiko Hukumnya
- Penyelesaian Hukum Tumpang Tindih Wilayah Izin Tambang
- Perpustakaan Hukum Terintegrasi: Inovasi untuk Peradilan Berkualitas
- Trump Undang Xi Jinping Hadiri Pelantikan Presiden AS
- Melihat Posisi "Amicus Curiae" dalam Sistem Peradilan di Indonesia
- Perlukah Lembaga Peradilan Menggunakan Artificial Intelligence? (Bagian II-Habis)
- Perlukah Lembaga Peradilan Menggunakan Artificial Intelligence? (Bagian I)
- Memastikan Keadilan Hukum dalam Regulasi
- Orang dengan Skizofrenia, Bisakah Dipidana?