airtronicfirearms.com

Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian I)

Ilustrasi
Lihat Foto

INTERVENSIArtificial Intelligence (AI) merambah dan menembus begitu banyak sektor secara tak terhindarkan. Tak terkecuali dunia peradilan.

Pertanyaannya adalah, apakah hakim dan arbiter dalam memutus perkara dapat menggunakan AI?

Pada dasarnya proses pembuatan putusan selalu diawali dengan melakukan riset hukum normatif (normative legal research). Riset ini dilakukan untuk menganalisis kasus yang dihadapi dan dasar hukum yang akan diterapkan, disertai berbagai pertimbangan doktrin dan bahan akademis.

Dalam riset ini platform berbasis AI yang kredibel dan trustworthy dapat digunakan untuk membantu.

Tidak hanya untuk pelacakan peraturan terkait, tetapi juga yurisprudensi, doktrin, dan pendapat ahli sebagai referensi. Dengan catatan putusan finalnya tetap dilakukan oleh manusia.

AI adalah teknologi nir-emosi dan tak memiliki hati nurani. AI juga terbebas dari tekanan dan intervensi siapapun. Kondisi ini tentu menguntungkan sehingga obyektivitas dan analitik riset hukumnya menjadi independen.

Maka tugas hakim dan arbiterlah kemudian memfinalisasi putusannya berbasis hati nurani, moral dan etika yang hakiki itu.

Putusan akhir oleh manusia terpilih, yang dipertanggungjawabkan sesuai irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Mahaesa”.

Dalam penggunaan AI, ada hal yang harus diperhatikan serius, yaitu terkait cyber security dan keamanan data. Menggunakan chatbot berbasis AI publik seperti ChatGPT, atau chatbot publik lainnya dalam proses membuat putusan pengadilan dan arbitrase misalnya, tidak disarankan.

Pasalnya, chatbot publik tidak pernah bisa menjamin kerahasiaan data termasuk data sensistif. Chatbot publik juga berpotensi halusinatif karena data pelatihan AI-nya yang tidak dikhususkan sebagai chatbot hukum.

Soal kerahasian data ini menjadi sangat prinsipil. Apalagi untuk perkara arbitrase, di mana UU 30/1999 mengharuskan semua proses dan putusannya harus dilakukan secara tertutup dan rahasia.

Untuk itu, saya berdialog dengan ChatGPT tentang data dan menanyakan tentang jaminan kerahasiaan data yang kita gunakan.

ChatGPT menjawab ”Saya tidak merekomendasikan memasukkan data rahasia atau privasi di sini, karena keamanan dan privasi sangat penting. Meskipun data yang Anda masukkan tidak akan secara sengaja dibocorkan, penting untuk selalu berhati-hati dengan informasi sensitif di platform digital apa pun.”

Tulisan ini adalah bagian dari presentasi yang saya paparkan pada Konferensi Nasional Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (ADHAPER), yang dihelat di Jakarta (22/8/2024). Artikel kolom ini saya bagikan kepada pembaca untuk manfaat lebih luas.

"Best Practices"

Dilansir Washington Post bertajuk ”The Supreme Court has entered the AI chat” (18/1/2024), Hakim Elena Kagan mengkritik terkait kurangnya pemahaman Kongres dan pengadilan tentang teknologi baru.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat