Aturan Demonstrasi: Penindakan Aparat hingga Pendapat Hakim
Oleh: Sania Athilla, S.H.
Akhir-akhir ini pemberitaan di media masa diramaikan maraknya aksi unjuk rasa atau demonstrasi di berbagai daerah dengan tema "Kawal Putusan MK".
Aksi demo tersebut muncul sebagai puncak kekecewaan masyarakat atas dugaan pembangkangan Putusan Mahkamah Konstitusi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal ini berkaitan dengan rencana DPR untuk mengesahkan perubahan keempat Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Di Indonesia, aksi demonstrasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dan diberikan perlindungan secara tegas oleh konstitusi dan instrumen hukum lainnya.
Namun, ada beberapa ketentuan hukum yang memberikan limitasi pelaksanaan hak tersebut.
Dalam beberapa peristiwa, aturan tersebut dijadikan dasar oleh penegak hukum untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan dan penertiban, termasuk menghentikan aksi demo.
Selain itu, dalam praktik peradilan pidana juga terdapat beberapa putusan yang berkaitan dengan ihwal tersebut. Terdapat dinamika panafsiran oleh hakim tentang aturan yang melindungi dan membatasi hak warga negara sebagaimana dimaksud.
Beberapa putusan pengadilan menghukum aksi demo masyarakat yang melanggar aturan tentang pembatasan hak.
Namun, beberapa lainnya memberikan penegasan atas hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Dalam hal ini, hakim membebaskan peserta demo yang dihadapkan di muka persidangan di pengadilan.
Berkaitan dengan hal di atas, bagaimana pengaturan mengenai aksi unjuk rasa atau demonstrasi di Indonesia?
Demonstrasi dalam hukum positif Indonesia
Hak masyarakat untuk melakukan unjuk rasa atau demonstrasi diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU No. 9 Tahun 1998).
Beleid tersebut diterbitkan sebagai penegasan atas jaminan hukum terhadap hak menyampaikan pendapat di muka umum yang merupakan bagian hak asasi manusia.
Jaminan ini sebagaimana yang diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.
Pada UU No. 9 Tahun 1998, kemerdekaan menyampaikan pendapat didefinisikan sebagai hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, Pasal 1 ayat (3) memberikan definisi unjuk rasa atau demontrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Ditegaskan lebih lanjut bahwa setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Namun, penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Hal tersebut di antaranya dapat dilihat pada Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998.
Terkini Lainnya
- Reklamasi Bekas Tambang: Ancaman Hukum Pengabaian
- Penegakan Hukum bagi Pemerkosa dan Pembunuh di Bawah Umur
- Sanksi Hukum Pelaku Penambangan Ilegal
- KDRT dan Perlindungan Hukum bagi Korban
- Aturan Demonstrasi: Penindakan Aparat hingga Pendapat Hakim
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian III-Habis)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian II)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian I)
- Titik Seimbang Keterangan Ahli
- AI Pelacak Hukum dan Regulasi (Bagian II-Habis)
- AI Pelacak Hukum dan Regulasi (Bagian I)
- Voyeurisme dalam Hukum Pidana
- Perlindungan dan Jaminan Hukum dalam Kasus Peretasan PDNS2
- Hukum dan Keadilan "Kafkaesque"
- Perda Tindak Pidana Adat dan Kooptasi Negara Pasca-KUHP Baru
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian III-Habis)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian II)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian I)
- Titik Seimbang Keterangan Ahli
- AI Pelacak Hukum dan Regulasi (Bagian II-Habis)