Penegakan Hukum bagi Pemerkosa dan Pembunuh di Bawah Umur
Kejahatan yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir, cukup membuat masyarakat miris dan prihatin.
Seperti kasus yang terjadi baru-baru ini. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun di Palembang diduga menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh empat orang yang semuanya masih usia anak.
Tersangka masing-masing berusia 16 tahun, 13 tahun, 12 tahun, dan 12 tahun. Bagi tersangka yang berusia 16 tahun, ia ditahan oleh penyidik, sedangkan tiga tersangka lainnya tidak ditahan, melainkan direhabilitasi.
Hal ini kemudian menimbulkan polemik di masyarakat yang mengira bahwa ketiga tersangka yang direhabiltasi kemudian tidak dipidana atau tidak diproses secara hukum. Padahal hal ini merupakan bagian dari sistem peradilan anak.
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/552012) bagi anak berusia di bawah 14 tahun, maka ia tidak ditahan dalam proses penyidikan hingga putusan vonis hakim kelak.
Artinya, ia tetap diproses secara hukum, disidangkan, bahkan juga dijatuhi vonis hakim.
Sedangkan bagi tersangka yang telah berusia di atas 14 tahun harus ditahan guna melancarkan proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan guna menghindari adanya potensi kabur maupun menghilangkan barang bukti.
Hal ini yang mendasari mengapa seorang tersangka berusia 16 tahun ditahan penyidik.
Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak
Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sebagaimana diatur dalam UU No. 11/2012 menyadari bahwa anak harus diperlakukan secara khusus.
Terutama saat berhadapan dengan hukum, tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang bisa berpikir secara logis karena kematangan fisik dan mentalnya.
UU No 11/2012 bertujuan melindungi hak-hak anak, khususnya untuk mendapatkan perlindungan hukum dan perlakuan adil.
Mengembangkan kesadaran hukum bagi anak di mana tidak hanya pengetahuan hukum, namun juga harus paham tentang konsekuensi dari perbuatannya.
Paling penting dari sistem pemidanaan Indonesia tidak lagi menganut asas pembalasan dendam, melainkan bagaimana menyiapkan terpidana kembali ke masyarakat dengan kondisi lebih baik dan tidak mengulang tindakan kriminal yang sama.
SPPA memiliki perbedaan mendasar dengan peradilan umum yang dihadapi oleh orang dewasa.
Dibandingkan dengan sistem peradilan dewasa, sistem peradilan anak memiliki beberapa perbedaan mendasar, antara lain:
Terkini Lainnya
- Aturan Perlindungan Hukum Keputusan Bisnis Direksi PT
- Aturan Pemblokiran Izin Usaha Pertambangan
- Mekanisme Hukum Perubahan Direksi dan Komisaris Perusahaan Tambang
- Aturan Hukum Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
- Direksi Dipecat Tanpa Hak Membela Diri, Berikut Risiko Hukumnya
- Penyelesaian Hukum Tumpang Tindih Wilayah Izin Tambang
- Perpustakaan Hukum Terintegrasi: Inovasi untuk Peradilan Berkualitas
- Reklamasi Bekas Tambang: Ancaman Hukum Pengabaian
- Penegakan Hukum bagi Pemerkosa dan Pembunuh di Bawah Umur
- Sanksi Hukum Pelaku Penambangan Ilegal
- KDRT dan Perlindungan Hukum bagi Korban
- Aturan Demonstrasi: Penindakan Aparat hingga Pendapat Hakim
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian III-Habis)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian II)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian I)
- Pramono-Rano Karno Janji Akan Lanjutkan Program JAKI
- Sanksi Hukum Pelaku Penambangan Ilegal
- KDRT dan Perlindungan Hukum bagi Korban
- Aturan Demonstrasi: Penindakan Aparat hingga Pendapat Hakim
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian III-Habis)
- Penggunaan AI oleh Hakim dan Arbiter dalam Memutus Perkara (Bagian II)