airtronicfirearms.com

Penyelesaian Hukum Tumpang Tindih Wilayah Izin Tambang

Ilustrasi tambang
Lihat Foto

Oleh: Sania Athilla, S.H.

Tumpang tindih Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) menjadi salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam industri sektor pertambangan di Indonesia.

Permasalahan ini tidak hanya berdampak pada terhambatnya kegiatan operasional penambangan, namun dapat pula memicu konflik lanjutan, baik hukum maupun sosial. Ketidakpastian iklim investasi mengancam investor usaha pertambangan.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih WIUP di antaranya perbedaan atau kurang akurasinya data yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah.

Hal ini tidak terlepas dari dinamika kewenangan perizinan tambang yang telah mengalami beberapa perubahan. Dari sebelumnya menjadi kewenangan bupati, kemudian beralih ke gubernur dan terakhir menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Tak hanya itu, perbedaan kebijakan yang pernah ada di pemerintah pusat dan daerah pun turut menciptakan kerancuan dalam tata kelola sektor pertambangan.

Berkaitan hal tersebut, layak diketahui bagaimana hukum Indonesia mengatur tentang penyelesaian tumpang tindih WIUP?

Prinsip dan aturan hukum

Di Indonesia saat ini, aturan khusus yang mengatur tentang industri sektor pertambangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 3 Tahun 2020).

Pasal 1 angka 29 didefiniskan bahwa wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batu bara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.

Kemudian, Pasal 1 angka 30 mendefinisikan wilayah usaha pertambangan adalah bagian dari wilayah pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.

Sementara WIUP didefinisikan sebagai wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan atau pemegang Surat Izin Penambang Batuan. Hal ini sebagaimana termaksud pada Pasal 1 angka 31 UU No. 3 Tahun 2020.

Sehubungan dengan permasalahan tumpang tindih WIUP, pada tataran teoritikal, terdapat prinsip first come first served.

Prinsip tersebut pada intinya menjelaskan tentang penerapan sistem permohonan pertama pencadangan wilayah yang telah memenuhi persyaratan, mendapatkan prioritas pertama untuk diberikan izin usaha pertambangan.

Pada tataran normatif, prinsip tersebut di antaranya dapat ditemukan pada Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Permen ESDM No. 43 Tahun 2015).

Pada Pasal 12 Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 ayat (1) diatur bahwa dalam hal berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) atau gubernur terdapat tumpang tindih WIUP dengan WIUP lain yang sama komoditas, Dirjen Minerba atau gubernur diberikan pilihan tindakan hukum.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat