Kasus Difabel Tersangka Pelecehan Seksual dan Bahaya Labelling
KASUS kekerasan seksual yang diduga dilakukan penyandang disabilitas berinisial I W A S menyita perhatian publik.
Publik sempat meragukan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan pria asal Lombok itu karena ia tak memiliki kedua tangan.
Namun, fakta mulai terkuak. Korbannya bertambah menjadi 15 orang, termasuk anak di bawah umur.
Modus A terungkap. Polisi menyebut, dalam menjalankan aksi bejatnya, A memanipulasi emosional dan memberikan ancaman psikologis kepada para korban agar mengikuti keinginannya.
Mulanya, banyak pihak yang meragukan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku karena keterbatasan fisik yang dimiliki.
Netizen beramai-ramai menganalisa dengan pertanyaan, apakah bisa seseorang dengan keterbatasan fisik melakukan tindak kekerasan seksual? Bukankah sama-sama mau?
Di kasus lain, muncul asumsi ketika ada seseorang yang dipandang baik dan berprestasi, dianggap tidak mungkin melakukan tindak pidana.
Fenomena seperti ini dalam hukum pidana dan kriminologi dikenal dengan istilah labelling theory.
Teori labelling merupakan salah satu pendekatan penting dalam kriminologi yang menjelaskan bagaimana identitas seseorang sebagai pelaku kejahatan dapat terbentuk melalui proses pelabelan oleh masyarakat.
Dalam konteks hukum pidana, teori ini menyoroti peran masyarakat, institusi hukum, dan lingkungan sosial dalam menciptakan dan memperkuat identitas kriminal seseorang.
Teori labelling dalam hukum pidana juga menyoroti bagaimana identitas seseorang terbentuk melalui proses pelabelan oleh masyarakat, termasuk stereotip yang melekat pada individu atau kelompok tertentu.
Salah satu asumsi yang sering muncul dalam masyarakat adalah anggapan bahwa "orang baik"—yang diidentifikasi melalui latar belakang, status sosial, atau perilaku sehari-hari—tidak mungkin melakukan tindak pidana.
Teori labelling, seperti yang dijelaskan oleh Howard Becker, menegaskan bahwa deviasi atau tindak pidana bukan semata-mata karena tindakan pelanggaran terhadap norma, tetapi juga karena reaksi sosial terhadap pelaku.
Masyarakat cenderung memberi label negatif kepada individu dari kelompok tertentu, sementara kelompok lain dianggap "tidak mungkin" melakukan pelanggaran hukum karena citra mereka yang positif.
Dampak labelling
Anggapan bahwa "orang baik tidak mungkin melakukan tindak pidana" adalah bentuk pelabelan positif yang dapat mengarah pada bias sosial.
Terkini Lainnya
- Saatnya Imunitas Advokat bagi Konselor Internal Perusahaan
- Kasus Difabel Tersangka Pelecehan Seksual dan Bahaya Labelling
- Membaca Ulang UU P2SK: Taruhan Independensi Advokat dan Kepastian Investasi
- Kriminalisasi Guru: Hukum Pidana Tak Lagi "Ultimum Remedium"
- Mencegah Salah Langkah Fakultas Hukum
- Persidangan Terdakwa Anak, Terlalu Sederhanakah?
- Mekanisme Hukum Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan
- Barang Gadai Hilang, Bagaimana Hukumnya?
- Over Kredit Kendaraan Tanpa Persetujuan Perusahaan Pembiayaan
- Aturan Hukum Penangguhan Penahanan
- Aturan Perlindungan Hukum Keputusan Bisnis Direksi PT
- Aturan Pemblokiran Izin Usaha Pertambangan
- Mekanisme Hukum Perubahan Direksi dan Komisaris Perusahaan Tambang
- Aturan Hukum Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
- Direksi Dipecat Tanpa Hak Membela Diri, Berikut Risiko Hukumnya
- Kasus Penipuan dengan AI: PM Thailand Nyaris Kena, "Brad Pitt" Gadungan Tipu Rp 13 Miliar
- Laut Tangerang yang Dipagari Bambu Sudah Bersertifikat HGB?
- Tak Ikut Campur Urusan Pernikahan Al Ghazali, Maia Estianty: Mereka yang Berhak Menentukan
- Membaca Ulang UU P2SK: Taruhan Independensi Advokat dan Kepastian Investasi
- Kriminalisasi Guru: Hukum Pidana Tak Lagi "Ultimum Remedium"
- Mencegah Salah Langkah Fakultas Hukum
- Persidangan Terdakwa Anak, Terlalu Sederhanakah?
- Mekanisme Hukum Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan