airtronicfirearms.com

Apa yang Terjadi Jika Astronot Melepas Helmnya saat di Luar Angkasa?

Ilustrasi astronot
Lihat Foto

- Meskipun indah jika dilihat dari Bumi, luar angkasa adalah tempat yang sangat berbahaya bagi manusia karena tubuh manusia tidak dirancang untuk hidup di luar angkasa.

Ruang hampa udara tidak menyediakan molekul udara untuk bernapas, tidak ada tekanan untuk mendukung paru-paru, dan tidak ada panas (kecuali jika berada di dekat objek yang panas atau terkena langsung dari Matahari).

Oleh sebab itu, astronot yang menjalankan misi ke luar angkasa harus memakai pakaian yang khusus dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi yang sangat berbeda dengan Bumi.

Apa yang terjadi jika astronot melepas helmnya?

Astronot tidak akan langsung mati, meledak, atau membeku jika membuka helmnya saat berada di luar angkasa. Ahli dari European Space Agency (ESA), Dr. Sergi Vaquer Araujo mengatakan, suhu tubuh astronot akan turun, tetapi ia tidak secara spontan berubah menjadi beku.

Berdasarkan percobaan pada hewan dan beberapa insiden di ruang hampa udara, astronot yang melepas helmnya mungkin tetap sadar hingga 12 detik dan dapat bertahan hidup jika diberi tekanan ulang dalam waktu dua menit atau kurang, sekaligus menghadapi risiko kerusakan permanen yang semakin besar.

Baca juga: Jepang dan NASA Sediakan Mobil untuk Astronot Menjelajah di Bulan

Fungsi pakaian antariksa tidak hanya untuk menyuplai oksigen kepada penjelajah ruang angkasa tetapi juga untuk menjaga tekanan tubuh yang cukup untuk mempertahankan pernapasan dan fungsi tubuh lainnya. Begitu fungsi tersebut hilang, tentu saja, ada risiko besar yang mengancam.

Jadi, inilah yang akan terjadi...

Wajah astronot yang tidak terlindungi helm akan langsung mengalami sengatan matahari akibat ultraviolet yang tinggi dari sinar matahari tanpa filter.

Hal lain yang juga sangat berbahaya adalah paru-paru mereka akan mengembang seperti balon dan meledak, sehingga mereka harus terus menghembuskan napas.

Dengan menjaga saluran pernapasan tetap terbuka, astronot dapat menghindari 'barotrauma' terburuk, meskipun paru-paru mereka kini menjadi tempat keluarnya oksigen (bukannya masuk) ke dalam darah.

Ekspansi udara secara paralel di dalam telinga dan sinus akan menyebabkan pecahnya jaringan dan kemungkinan ketulian.

Kemudian, jika tidak ada tekanan atmosfer, kelembapan yang melapisi mata, mulut, dan tenggorokan astronot akan menguap.

Baca juga: Astronot Kerap Alami Sakit Kepala Luar Angkasa, Kondisi Apa Itu?

Seorang insinyur NASA yang menjalani dekompresi secara tidak sengaja pada tahun 1966 mengalami salvia di lidahnya mendidih. Penguapan ini pada gilirannya akan menyebabkan penurunan suhu lokal dan pembekuan.

Cairan di dalam jaringan tubuh juga mendidih dan menggelembung, memicu pembengkakan yang menyakitkan, yang dikenal sebagai 'ebullism'.

Pada tahun 1960, penerbang balon ketinggian, Joseph Kittinger, mengalami kegagalan di bagian sarung tangan sehingga tangannya membengkak hingga dua kali lipat ukuran normal, dan kembali normal setelah dia kembali.

Cairan tubuh lainnya kemudian akan keluar melalui lakrimasi (menangis), air liur yang banyak, buang air kecil, muntah, dan buang air besar.

Ancaman paling serius adalah hilangnya oksigen darah yang kini berbentuk gas melalui paru-paru yang terpapar ruang hampa udara, sehingga menyebabkan hipoksia. Setelah darah terdeoksigenasi pertama mencapai otak, "waktu kesadaran" penjelajah luar angkasa akan berakhir.

Dengan demikian, helm dan pakaian antariksa sangat penting untuk melindungi astronot dari lingkungan luar angkasa yang tidak ramah. Saat ini, pakaian antariksa pun terus diperbarui, baik untuk misi bulan Artemis di masa mendstang maupun untuk perjalanan luar angkasa lainnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat