Bisakah Kita Belajar Menyukai Makanan Pedas?
- Bagi sebagian orang, makanan pedas adalah kenikmatan yang tak tertandingi, sementara bagi yang lain, hanya menghirup aroma cabai saja sudah cukup membuat lidah mereka terbakar.
Namun, apakah mungkin bagi seseorang yang tidak menyukai makanan pedas untuk belajar menikmatinya?
Baca juga: Mengapa Makanan Pedas Bikin Sakit Perut?
Dikutip dari Science Focus, panas pada cabai disebabkan oleh senyawa kimia yang disebut kapsaisin, yang berikatan dengan protein TRPV1 pada saraf yang merasakan rasa sakit dan panas.
Jika reseptor ini terus-menerus dirangsang oleh makanan pedas, maka sel saraf akan 'menurunkan volume' dengan menambahkan gugus fosfat ke protein reseptor.
Hal ini menyebabkan protein tersebut mengubah bentuk tiga dimensinya dan mengurangi kemampuannya untuk berikatan dengan kapsaisin, sehingga Anda menjadi kurang sensitif.
Selain itu, kemampuan kita untuk merasakan rasa juga secara alami menurun seiring bertambahnya usia, sehingga makanan yang dulu terlalu pedas sekarang mungkin hanya menghasilkan sensasi yang menyenangkan.
Ilmuwan pangan Alissa Nolden dari University of Massachusetts Amherst, menyatakan bahwa makanan yang dikonsumsi saat masa perkembangan dapat membentuk preferensi kita ketika dewasa.
Namun, bagi orang yang tidak dibesarkan dengan makanan pedas, bukan berarti harapan untuk menikmatinya hilang. Paparan berulang terhadap capsaicin, senyawa kimia yang menyebabkan beberapa jenis cabai menjadi pedas, dapat meningkatkan toleransi kita.
“Jika Anda sudah dewasa dan dapat memilih makanan Anda, serta mulai mengintegrasikan makanan pedas ke dalam pola makan Anda, Anda pasti bisa belajar untuk lebih mentolerir makanan pedas,” kata Nolden.
Baca juga: Kenapa Manusia Suka Makanan Pedas?
Jadi, belum terlambat untuk mencoba makanan pedas. Cobalah satu per satu jenis cabai dan nikmati sensasinya.
Artikel ini dibuat dengan bantuan artificial intelligence (AI). Dimohon untuk bijak memanfaatkan informasi. Jika Anda menemukan ada kesalahan informasi atau kesalahan konteks, silakan memberi tahu kami ke redaksikcm@kompas.com
Terkini Lainnya
- Hilirisasi Ekonomi Biru untuk Masyarakat
- Kisah Fadel Noorandi, Penyintas Talasemia yang Berhasil Finish Singapore Marathon 2024
- Gewang: Potensi Lokal yang Menyelamatkan Nusa Tenggara Timur
- Peran Strategis Humas Pemerintah dalam Mendukung Kepemimpinan Prabowo-Gibran
- Ancaman Nyata untuk Nepenthes rigidifolia, Ini Faktanya
- Siapa Penutur Pertama Bahasa Inggris?
- Masih Adakah Partai Politik?
- Di Balik Layar Perubahan: Peran Krusial Humas Pemerintah
- Cendana Aceh dan NTT Berkerabatkah?
- Apakah Virus Sudah Ada di Bumi Sebelum Sel?
- Bagaimana Cara Sinar Matahari Bantu Tubuh Produksi Vitamin D?
- Pertautan Idiom, Globalisasi, dan Kekuasaan
- Kenapa Uban Makin Banyak Seiring Bertambah Tua?
- Tak Ada Alasan Astronomi, Kenapa Ada 7 Hari dalam Seminggu?
- Terbang di Langit, Mengapa Pesawat Tidak Tersambar Petir?
- Analisis DNA, Harimau Jawa dan Tsunami Purba
- 4 Cara Mudah Membuat Pancake yang Sempurna, Menurut Sains
- Bagaimana Hewan Tahu Gilirannya "Bicara" saat Berkomunikasi?
- Kata Psikiater tentang Rosmini Si Pengemis Viral karena Marah-marah
- Kenapa Anjing Saling Mengendus Pantat?