Bagaimana Cara Otak Membedakan Musik dan Ucapan?
- Berkali-kali dalam sehari, tanpa kita sadari, telinga kita terus menangkap musik dan ucapan.
Pada gilirannya, otak membantu kita membedakan antara lagu dan cerita yang kita dengar dari teman kita.
Kini, tim ilmuwan telah memetakan cara kerja proses ini, yang dapat menghasilkan pilihan pengobatan baru untuk membantu pasien penderita afasia mendapatkan kembali kemampuan berbicara.
Temuan ini dirinci dalam penelitian yang diterbitkan pada 28 Mei 2024 di jurnal PLOS Biology
Peneliti mengatakan, meskipun musik dan ucapan berbeda dalam banyak hal, mulai dari nada, timbre, hingga tekstur suara, hasil studi menunjukkan bahwa sistem pendengaran menggunakan parameter akustik yang sangat sederhana untuk membedakan musik dan ucapan.
Baca juga: Otak Manusia Menyimpan Data 10 Kali Lebih Banyak dari Perkiraan
Mengukur kebisingan
Hal yang dikuasai para ilmuwan adalah bagaimana mengukur laju sinyal audio menggunakan satuan pengukuran yang disebut Hertz (Hz).
Semakin besar angka Hz, semakin besar pula jumlah kejadian atau siklus per detik. Misalnya, seseorang biasanya berjalan dengan kecepatan 1,5 hingga 2 langkah per detik, atau 1,5 hingga 2 Hz.
Volume lagu seiring waktu atau modulasi amplitudo cukup stabil pada 1 hingga 2 Hz. Ucapan manusia memiliki modulasi amplitudo 4 hingga 5 Hz, yang berarti volumenya sering berubah.
Meskipun musik dan ucapan ada dimana-mana sepanjang waktu, para ilmuwan masih belum memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana sistem pendengaran dapat dengan mudah dan secara otomatis menentukan suara sebagai ucapan atau musik.
Mendengar suara dalam hiruk-pikuk
Dalam penelitian ini, tim melakukan serangkaian empat percobaan. Lebih dari 300 peserta studi mendengarkan serangkaian segmen audio dari musik yang disintesis dan kebisingan seperti ucapan.
Klip tersebut memiliki amplitudo, kecepatan modulasi, dan keteraturan yang berbeda-beda.
Namun, klip audio memungkinkan telinga dan otak hanya mendeteksi volume dan kecepatan, dan para peserta diberitahu bahwa suara tersebut adalah musik atau ucapan yang menutupi kebisingan.
Tim peneliti meminta peserta untuk menilai apakah klip suara ambigu tersebut lebih mirip musik atau ucapan.
Mereka kemudian mengamati dan menganalisis pola partisipan dalam menentukan ucapan atau musik melalui ratusan klip suara tersebut.
Menurut tim peneliti, jika ada fitur tertentu dalam gelombang suara yang sesuai dengan persepsi pendengar terhadap musik atau ucapan, bahkan klip white noise pun dapat terdengar seperti musik atau ucapan.
Terkini Lainnya
- Era Baru Pengelolaan Dana Riset
- 20 Tahun Pasca-Tsunami Aceh: Pelajaran dan Kesiapan Hadapi Megathrust
- Hilirisasi Ekonomi Biru untuk Masyarakat
- Kisah Fadel Noorandi, Penyintas Talasemia yang Berhasil Finish Singapore Marathon 2024
- Gewang: Potensi Lokal yang Menyelamatkan Nusa Tenggara Timur
- Peran Strategis Humas Pemerintah dalam Mendukung Kepemimpinan Prabowo-Gibran
- Ancaman Nyata untuk Nepenthes rigidifolia, Ini Faktanya
- Tim PKM-KKN UNJ Buat KMS Online untuk Pantau Tumbuh Kembang Anak di Mana Saja
- Hutan untuk Riset Bioprospeksi Berkelanjutan Menuju Indonesia Maju
- Teknologi Peremajaan Kulit ala Korea Terbaru Hadir di Indonesia
- Siapa Penutur Pertama Bahasa Inggris?
- Masih Adakah Partai Politik?
- Analisis Nitrogen dan Protein Lebih Cepat dan Akurat dengan Teknologi Terbaru
- Urgensi Riset Ionosfer, Mengurai Asa Pasca-Bencana
- Di Balik Layar Perubahan: Peran Krusial Humas Pemerintah
- Trump Undang Xi Jinping Hadiri Pelantikan Presiden AS
- Sering Tidak Cabut "Charger" dari Colokan Listrik, Apa Konsekuensinya?
- Berlari Lambat Bisa Jadi Kunci Hidup yang Lebih Sehat
- Seperti Apa Bentuk Alien Menurut Ilmuwan?
- Kenapa Ikan Sering Dikirim ke Luar Angkasa?
- Kera Terkecil yang Pernah Hidup di Bumi Ditemukan di Jerman
- Ilmuwan Temukan Virus Raksasa di Greenland untuk Atasi Pencairan Es