Pertautan Idiom, Globalisasi, dan Kekuasaan
Oleh : Fairul Zabadi
IDIOM (ungkapan idiomatis) sangat kaya dengan pesan moral yang bukan hanya berguna bagi masyarakat, melainkan juga bagi pemegang kuasa-kekuasaan.
Jika makna idiom itu dikaitkan dengan dampak globalisasi, proposisi Nesbit (2000) tentang globalisasi yang menuntut agar berpikir global dan bertindak lokal (think globally-act locally) sangatlah tepat.
Melalui idiom tercermin bahwa manusia/kelompok (tribe) Indonesia memiliki identitas sendiri yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.
Kebekuan bentuk membuat makna idiom sangat ditentukan oleh faktor etnografi komunikasi dan dipengaruhi pula oleh konteks situasi dan budaya masyarakat.
Tanpa memahami konteks, mitra tutur dapat gagal memahami makna idiom karena tidak dapat diterjemahkan secara harfiah kata demi kata.
Oleh karena itu, makna yang terkandung di dalam idiom harus dipahami secara komprehensif agar pesan-pesan moral yang ada di dalamnya dapat mengilhami gerak langkah penutur, termasuk pemimpin yang memegang kuasa-kekuasaan, pada masa sekarang dan mendatang.
Idiom dan karateristik semantis
Ketika menjalankan aktivitas sehari-hari, manusia memiliki perilaku yang beragam dalam berbahasa.
Ada yang menggunakan bahasa secara lugas dan terang-terangan; dan ada pula yang suka menggunakan kata-kata yang halus (kiasaan atau idiom) sehingga dianggap berbelit-belit.
Idiom yang sering juga diidentikkan dengan bahasa figuratif atau metafora memiliki ciri khas yang berbeda dengan bahasa biasa.
Pertama, dari unsur pembentuknya, idiom memiliki struktur yang hampir beku (frozen), yaitu bentuk yang tidak dapat diubah. Apabila bentuk truktur itu (terpaksa) diubah, ia tidak lagi menjadi kalimat idiom.
Kedua, dari segi makna, idiom memiliki kandungan makna dalam bentuk kias yang kedalamannya sangat ditentukan oleh faktor etnografi komunikasi.
Agar dapat memahami kedalaman makna idiom yang sangat ditentukan oleh konteks situasi dan konteks budaya, diperlukan bukan hanya pengetahuan, melainkan juga ketajaman berpikir.
Oleh kerana itu, idiom disebut juga sebagai bahasa yang penuh hikmah yang sering digunakan orang bijak ketika melihat fenomena dan peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
Ketiga, dari segi manfaat idiom dapat menjadi rambu-rambu (undang- undang kehidupan) sehingga bermanfaat untuk menuntun hidup kearah yang benar.
Terkini Lainnya
- Inovasi AI: Masa Depan yang Didorong oleh Data Cerdas
- Perempuan dalam Ilmu Pengetahuan: Menjembatani Kesenjangan Gender dalam Dunia Riset
- Cendana Aceh dan NTT Berkerabatkah?
- Apakah Virus Sudah Ada di Bumi Sebelum Sel?
- Bagaimana Cara Sinar Matahari Bantu Tubuh Produksi Vitamin D?
- Pertautan Idiom, Globalisasi, dan Kekuasaan
- Kenapa Uban Makin Banyak Seiring Bertambah Tua?
- Tak Ada Alasan Astronomi, Kenapa Ada 7 Hari dalam Seminggu?
- Terbang di Langit, Mengapa Pesawat Tidak Tersambar Petir?
- Kenapa Semut Berjalan Berbaris dalam Satu Garis Lurus?
- Guru-guru di Jakarta Timur Dilatih Bikin Robot untuk Pembelajaran
- Frax Pro, Teknologi Laser Baru untuk Kulit Awet Muda Tanpa Rasa Sakit
- Bukan Kamuflase, Faktanya Bunglon Ubah Warna Kulit Sesuai "Mood"
- Benarkah Anjing Tidak Suka Berpergian?
- Produk Kemasan Saset: Untung atau Buntung?
- Menghadap Prabowo, AHY: Beliau Ingin Pembangunan ke Depan Sukses
- Soal Deposito Rp 33 Miliar Disita Kejaksaan, Sandra Dewi: Hasil Keringat Saya dari 2004
- Kronologi Pelajar Kampung Inggris Terseret Ombak di Pantai Kedung Tumpang, Korban Belum Ditemukan
- Kenapa Uban Makin Banyak Seiring Bertambah Tua?
- Tak Ada Alasan Astronomi, Kenapa Ada 7 Hari dalam Seminggu?
- Terbang di Langit, Mengapa Pesawat Tidak Tersambar Petir?
- Kenapa Semut Berjalan Berbaris dalam Satu Garis Lurus?
- Guru-guru di Jakarta Timur Dilatih Bikin Robot untuk Pembelajaran