airtronicfirearms.com

Urgensi Riset Ionosfer, Mengurai Asa Pasca-Bencana

ilustrasi mengenal ionosfer, lapisan atmosfer yang memantulkan gelombang radio.
Lihat Foto

POTENSI bencana alam di Indonesia sangat tinggi dan tidak dapat dihindari. Belakangan muncul isu gempa bumi megathrust, yang menurut BMKG tinggal menunggu waktu.

Menyikapi hal tersebut, tidak perlu direspons dengan kekhawatiran berlebihan. Bencana alam dapat dimitigasi untuk meminimalisasi dampak yang terjadi, walaupun tidak dapat diprediksi secara presisi.

Langkah maksimal yang bisa dilakukan adalah dengan mempersiapkan skenario mitigasi yang diperlukan secara komprehensif.

Skenario mitigasi yang disiapkan harus mencakup semua aspek dengan membayangkan kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

Meskipun kesiapan skenario mitigasi perlu melibatkan peran aktif masyarakat dan pemerintah, namun, dari sudut pandang tanggung jawab, kesiapan pemerintah sebagai pemilik kelengkapan perangkat mitigasi dapat mejadi indikator perhatian pemerintah kepada rakyat.

Komunikasi: Separuh nyawa

Salah satu momentum yang menjadi sorotan dari kesiapan pemerintah dalam skenario mitigasi bencana alam adalah setelah terjadinya peristiwa bencana alam. Kecepatan dan ketanggapan pemerintah merupakan ukuran yang digunakan.

Daerah yang mengalami bencana alam dengan kerusakan infrastruktur, baik bangunan, akses jalan, maupun jaringan listrik dan sarana telekomunikasi menyebabkan daerah tersebut terisolasi.

Dengan kondisi terisolasi, maka hal yang sangat vital untuk diperhatikan dan disiapkan terlebih dahulu adalah aspek komunikasi.

Keberhasilan komunikasi berguna untuk pengumpulan informasi yang dapat ditindak lanjuti dengan koordinasi untuk menetapkan langkah penanganan yang tepat dan diperlukan.

Mengutip pernyataan Sekjen PBB periode 2007-2016, Ban Ki-Moon “Early warning saves lives. Timely and accurate communication can make the difference between life and death in a disaster".

Komunikasi pascabencana menjadi separuh nyawa kehidupan. Logika ini tentu tidak berlebihan mengingat pencarian, pengumpulan, dan koordinasi kebutuhan pascabencana sangat menentukan terhadap nasib para korban.

Namun pertanyaannya, sarana komunikasi apa yang perlu dipersiapkan untuk mitigasi bencana alam? Lebih spesifik lagi, sarana komunikasi apa yang memungkinkan untuk digunakan paling awal setelah peristiwa bencana alam?

Menurut Handbook of Emergency Communication yang diterbitkan oleh Internantional Telecommunication Union (ITU), unsur yang perlu diperhatikan dari sarana telekomunikasi untuk mitigasi bencana alam adalah kesederhanaan sistem (simplicity), kehandalan (reliability), mobility, dan interoperability.

Kesederhanaan sistem merupakan kemudahan penggunaan dan ketidaktergantungan pada sistem kompleks seperti jaringan atau infrastruktur telekomunikasi.

Kehandalan merupakan jaminan keberhasilan komunikasi yang dilakukan. Sedangkan mobility dan interoperability adalah sifat sarana telekomunikasi yang dapat ditempatkan di manapun secara mudah serta dapat terhubung dengan sistem telekomunikasi yang berbeda.

Dalam handbook ITU tersebut, kesederhanaan sistem dapat bertentangan dengan teknologi modern yang umumnya kompleks dan sangat bergantung kepada infrastruktur.

Oleh karena itu, pemilihan sarana telekomunikasi perlu dipertimbangkan secara matang berdasarkan skenario yang mungkin terjadi.

Jika mengarah kepada aplikasi teknologi telekomunikasi saat ini, unsur yang dinyatakan oleh ITU akan mengarahkan pikiran kita kepada teknologi telekomunikasi berbasis satelit seperti Starlink.

Starlink dapat digunakan di manapun dan tidak rumit. Namun, perlu diingat bahwa seperti layanan telekomunikasi satelit lainnya, layanan Starlink merupakan produk bisnis berbayar atau tidak gratis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat