airtronicfirearms.com

Apa yang Menyebabkan Alexander Agung Meninggal?

Ilustrasi Alexander Agung (Alexander the Great), penguasa Makedonia yang hingga kini lokasi di mana ia dimakamkan belum diketahui.
Lihat Foto

- Alexander Agung meninggal pada bulan Juni 323 SM di Babilonia, yang kini merupakan wilayah Irak, pada usia 32 tahun. Pada saat itu, ia telah menaklukkan wilayah yang luas, membentang dari Balkan hingga India. Namun, setelah kematiannya, kerajaannya segera runtuh, dengan para jenderalnya membagi-bagi wilayah tersebut menjadi beberapa kerajaan.

Misteri Kematian Alexander Agung

Penyebab kematian Alexander Agung masih menjadi perdebatan panjang dalam sejarah dan arkeologi. Beberapa sumber sejarah kuno memberikan berbagai kemungkinan penyebab kematiannya.

Plutarch (46-120 M) dan Arrian (88-160 M) mencatat bahwa setelah malam pesta minuman, Alexander mengalami demam yang semakin memburuk hingga akhirnya meninggal. Diodorus Siculus (abad pertama SM) menyatakan bahwa Alexander jatuh sakit setelah minum dan meninggal tidak lama setelahnya.

Sumber lain dari Quintus Curtius Rufus (abad pertama M) juga menyebutkan bahwa Alexander meninggal setelah minum. Menariknya, ia menulis bahwa tujuh hari setelah kematiannya, tubuh Alexander tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan.

Jeanne Reames, seorang pakar dari Universitas Nebraska, menyatakan bahwa sumber-sumber sejarah ini tidak bisa diambil sepenuhnya sebagai fakta karena ditulis berabad-abad setelah kejadian. Ia juga mencatat bahwa para penulis kuno memiliki agenda masing-masing dalam menuliskan kisah tentang Alexander.

Baca juga: 5 Fakta Alexander Agung, Murid Aristoteles yang Tak Terkalahkan

Apa Penyebab Kematian Alexander?

Salah satu faktor yang membuat misteri kematian Alexander semakin sulit dipecahkan adalah bahwa jasadnya tidak pernah ditemukan. Tanpa bukti fisik, para ilmuwan hanya bisa mengandalkan teori-teori berdasarkan catatan sejarah.

1. Sindrom Guillain-Barré

Katherine Hall dari Universitas Otago, Selandia Baru, dalam penelitiannya tahun 2019, mengusulkan bahwa Alexander meninggal karena Guillain-Barré Syndrome (GBS), sebuah gangguan neurologis yang menyerang sistem saraf tepi.

Ia berpendapat bahwa kondisi ini bisa membuat Alexander tampak koma, sehingga para tabib kuno mungkin mengira dia telah meninggal. Hal ini juga bisa menjelaskan mengapa tubuhnya tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan selama beberapa hari.

2. Demam Tifoid

Ernesto Damiani dari Universitas Padova, Italia, menyebutkan bahwa gejala yang dicatat oleh Plutarch dan Arrian mirip dengan demam tifoid, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica Typhi. Alexander juga disebut mengalami stupor, suatu kondisi kantuk yang dapat dibangunkan dengan rangsangan ringan, yang sering terjadi pada penderita tifoid.

Jeanne Reames menambahkan bahwa kesehatan Alexander sudah buruk karena banyak luka yang dideritanya selama pertempuran, termasuk luka parah di India yang mungkin menyebabkan paru-parunya sebagian kolaps. Ia berpendapat bahwa tifoid, atau kemungkinan lain seperti malaria, adalah penyebab utama kematian Alexander.

Selain itu, beberapa teori lain mengusulkan penyebab seperti pankreatitis, virus West Nile, atau cedera otak traumatis kronis.

Baca juga: Apa yang Membuat Alexander Agung Melegenda?

Alexander Agung atau Alexander The Great.Wikimedia Commons Alexander Agung atau Alexander The Great.

Apakah Alexander Agung Diracun?

Salah satu teori paling kontroversial adalah bahwa Alexander dibunuh dengan racun. Adrienne Mayor dari Universitas Stanford berpendapat bahwa teori ini sangat mungkin terjadi. “Para sahabat dekat Alexander langsung mencurigai adanya racun,” kata Mayor. Ia juga menambahkan bahwa ibunda Alexander, Olympia, sangat yakin bahwa putranya diracun.

Mayor menyatakan bahwa jika Alexander meninggal karena penyakit menular, seharusnya orang-orang di sekitarnya juga jatuh sakit, tetapi tidak ada laporan tentang hal itu. Ia mengusulkan bahwa racun strychnine, yang ditemukan di India dan Pakistan, bisa menjadi penyebabnya. Gejala yang dialami Alexander, seperti demam tinggi, kehilangan suara, dan kejang otot yang menyakitkan, sesuai dengan efek racun ini.

Paul Doherty, seorang peneliti independen, juga mendukung teori ini. Ia mengklaim bahwa Alexander dibunuh dengan arsenik, dan tersangka utama adalah Ptolemy I Soter, yang kemudian menjadi penguasa Mesir setelah kematian Alexander.

Mungkinkah Misteri Ini Terpecahkan?

Meskipun kemungkinan menemukan jasad Alexander sangat kecil, beberapa dokumen kuno mungkin masih bisa mengungkap lebih banyak tentang kematiannya. Katherine Hall menyatakan bahwa salah satu sumber yang menjanjikan adalah gulungan dari Perpustakaan Herculaneum, yang terkubur saat letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 M. Teknologi seperti pemindaian CT resolusi tinggi dan kecerdasan buatan sedang digunakan untuk membaca dokumen-dokumen ini.

“Ada ribuan gulungan ini, jadi dokumen baru masih bisa ditemukan,” kata Hall, meskipun ia menekankan bahwa proses ini sangat lambat dan bisa memakan waktu puluhan tahun.

Baca juga: Membongkar Misteri di Balik Kematian Alexander Agung

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat