airtronicfirearms.com

Apa yang Terjadi Sebelum Big Bang?

Ilustrasi kelahiran bintang pertama. Astronom temukan bintang pertama di alam semesta. Bintang AS0039 diketahui lebih miskin logam, ditemukan di galaksi kerdil yang mengorbit galaksi Bima Sakti.
Lihat Foto

- Kita sering mendengar bahwa alam semesta dimulai dari sebuah titik kecil yang sangat padat dan panas, lalu meledak dalam peristiwa yang disebut Big Bang. Dari sana, terciptalah atom, molekul, bintang, dan galaksi yang kita kenal saat ini.

Namun, penelitian baru dalam fisika teoretis menunjukkan kemungkinan lain. Ada hipotesis yang menyatakan bahwa alam semesta mungkin tidak benar-benar memiliki awal, tetapi justru mengalami siklus bang-bounce yang berulang—bisa jadi sekali, atau bahkan tanpa henti selamanya.

Tentu saja, sebelum para fisikawan menggantikan teori Big Bang dengan teori siklus bang-bounce, prediksi teoretis ini harus melewati serangkaian uji observasi yang ketat.

Baca juga: Ilmuwan Pertanyakan Teori Big Bang dalam Penciptaan Alam Semesta

Apa Itu Teori Big Bang?

Ilmuwan memiliki pemahaman yang cukup baik tentang alam semesta awal, yang dikenal sebagai teori Big Bang. Dalam model ini, sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, alam semesta jauh lebih kecil, lebih panas, dan lebih padat dibandingkan saat ini. Dalam kondisi ekstrem itu, unsur-unsur pembentuk kehidupan terbentuk hanya dalam hitungan menit.

Bahkan, menurut teori ini, seluruh alam semesta —termasuk bintang, galaksi, dan segala sesuatu yang ada— pernah sekecil buah persik dengan suhu lebih dari satu kuadriliun derajat Celsius.

Hebatnya, teori ini sesuai dengan berbagai pengamatan ilmiah, termasuk radiasi latar belakang kosmik dan distribusi unsur ringan di alam semesta. Para astronom telah melakukan berbagai pengukuran terhadap radiasi elektromagnetik yang tersisa dari alam semesta muda, dan semuanya sesuai dengan prediksi teori Big Bang. Sejauh yang kita tahu, ini adalah gambaran akurat dari awal alam semesta kita.

Namun, meskipun teori ini sangat baik, kita tahu bahwa teori Big Bang belum sepenuhnya lengkap —masih ada bagian yang hilang, dan itu adalah momen paling awal dari alam semesta itu sendiri. Ini adalah teka-teki besar dalam kosmologi.

Baca juga: Fakta-fakta Menarik tentang Teori Big Bang

Misteri di Balik Big Bang: Teori Ekpirotik

Salah satu masalah utama dalam teori Big Bang adalah munculnya singularitas, yaitu titik dengan kepadatan tak terbatas di awal waktu. Secara logis, ini tampak tidak masuk akal dan menunjukkan bahwa kita memerlukan model fisika baru untuk memahami awal mula alam semesta.

Saat ini, fisika yang kita gunakan untuk memahami alam semesta awal (gabungan teori relativitas umum dan fisika partikel energi tinggi) hanya bisa membawa kita sejauh ini sebelum perhitungannya menjadi tidak dapat diselesaikan. Semakin kita mencoba menelusuri ke momen pertama alam semesta, semakin sulit matematika yang digunakan, hingga akhirnya kita mencapai titik di mana perhitungan kita berhenti bekerja.

Di sinilah teori string berperan. Salah satu gagasan dalam teori ini adalah konsep ekpirotik, yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "kebakaran besar". Dalam skenario ini, Big Bang bukanlah awal segalanya, tetapi bagian dari proses yang lebih besar.

Dari teori ekpirotik, berkembang pula gagasan kosmologi siklis, yang menyatakan bahwa alam semesta mengalami siklus berulang dari ledakan besar (Big Bang) dan keruntuhan besar (Big Crunch), mungkin selamanya.

Secara teknis, ide tentang alam semesta yang terus berulang telah ada selama ribuan tahun dan mendahului fisika modern, tetapi teori string memberikan dasar matematika yang lebih kuat bagi konsep ini.

Baca juga: Begini Bentuk Molekul Pertama di Alam Semesta Setelah Big Bang

Apakah Alam Semesta Mengalami Siklus Tanpa Akhir?

Meskipun menarik, model siklus ini menghadapi tantangan besar dalam mencocokkan pengamatan ilmiah, khususnya radiasi latar belakang kosmik —jejak cahaya kuno yang terbentuk ketika alam semesta berusia 380.000 tahun.

Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan pada Maret 2020 di jurnal Physical Review D oleh fisikawan Robert Brandenberger dan Ziwei Wang dari McGill University menemukan bahwa dalam momen bounce atau "pantulan" saat alam semesta berkontraksi ke titik kecil sebelum meledak kembali, ada kemungkinan untuk menyelaraskan model ini dengan data pengamatan.

Pada saat "pantulan" ini, ketika alam semesta menyusut hingga titik yang sangat kecil sebelum berkembang kembali menjadi keadaan Big Bang, fisikawan menemukan bahwa mereka dapat menyusun kembali persamaan sehingga hasilnya sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan. Artinya, fisika yang sangat kompleks pada era kritis ini memungkinkan adanya perubahan radikal dalam cara kita memahami waktu dan keberadaan alam semesta.

Namun, untuk benar-benar menguji model ini, kita masih harus menunggu eksperimen kosmologi generasi berikutnya. Oleh karena itu, kita belum bisa merayakan teori ekpirotik ini sepenuhnya. Hingga lebih banyak bukti ditemukan, misteri tentang apa yang terjadi sebelum Big Bang tetap menjadi salah satu pertanyaan terbesar dalam sains.

Baca juga: Apa yang Terjadi Sebelum Big Bang? Stephen Hawking Menjawabnya

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat