Menhir di Nagari Maek: Tanda Kematian, Kehormatan, dan Keyakinan

SEJARAH memang menjadi bagian dari masa lalu yang selalu menarik untuk ditelisik, sebab kerap kali menyimpan banyak misteri dan teka-teki. Bukankah setiap hal yang dipenuhi kemisteriusan akan memancing rasa penasaran?
Kurang lebih seperti itulah yang saya rasakan kala menelusuri jejak menhir di Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Menhir-menhir ini menjadi bukti sekaligus saksi bahwa diduga ada kehidupan manusia di Nagari Maek sejak zaman pra-sejarah. Pasalnya, menhir dapat dikelompokkan ke dalam situs megalit atau zaman batu besar yang dibangun pada zaman pra-sejarah.
Di antara beberapa tempat yang ada, Situs Bawah Parit menjadi lokasi yang paling banyak ditemukan menhir.
Barisan menhir tampak ‘disiplin’ seolah menghadap satu arah, meskipun tidak semua menhir masih dalam kondisi berdiri, beberapa menhir sudah dalam posisi rebah atau tidur, satu di antaranya yang paling besar.
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber (tulisan maupun lisan), ada tiga hal menarik dari menhir di Nagari Maek ini.
Pertama, anggapan menhir di sini sebagai tanda kematian atau semacam kuburan yang berarti manusia pra-sejarah telah tinggal di sini (Nagari Maek).
Kedua, kecerdasan manusia pra-sejarah dalam membuat ukiran di beberapa menhir tertentu yang menurut beberapa sumber penelitian melambangkan strata sosial.
Ketiga, posisi menhir yang tampak ‘disiplin’ menghadap satu arah sebagai bukti corak keyakinan animisme.
Penemuan kerangka manusia
Penyebutan situs megalit sebagai zaman batu besar pada dasarnya karena asal pembentukan kata megalit yang diambil dari bahasa Yunani Kuno: Megas bermakna besar dan Lithos berarti batu.
Tidak mengherankan jika situs-situs megalit kerap disebut sebagai bangunan-bangunan batu yang besar.
Sementara menhir berasal dari bahasa Breton (Inggris Utara): men yang berarti batu dan hir berarti berdiri.
Asal muasal istilah ini sejalan dengan definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan menhir sebagai batu besar seperti tiang atau tugu yang ditegakkan di atas tanah sebagai hasil kebudayaan megalit juga sebagai tanda peringatan dan lambang arwah nenek moyang.
Berdasarkan pemaknaan di atas, bukan hal yang aneh jika ada yang menganggap menhir-menhir di Situs Bawah Parit merupakan tanda kematian atau semacam kuburan manusia-manusia pra-sejarah.
Hal ini didukung penemuan kerangka manusia pada saat penggalian tahun 1980-an.
Santiana (54), perempuan setempat yang menjadi saksi penggalian mengungkapkan bahwa pada saat penggalian di Situs Bawah Parit ditemukan beberapa kerangka manusia seperti kepala, gigi, dan sebagainya. Begitulah sejarah, selalu penuh misteri dan teka-teki.
Penemuan kerangka manusia inilah yang memperkuat dugaan bahwa menhir-menhir di sini merupakan tanda makam atau jika dikaitkan dengan zaman sekarang, dapat disebut sebagai batu nisan.
Dugaan ini juga diperkuat penelitian Pusat Arkeologi Nasional pada 1983 pascamelakukan ekskavasi di Situs Bawah Parit.
Simpulan berdasarkan hasil ekskavasi tersebut adalah menhir di Situs Bawah Parit merupakan tanda penguburan. Kerangka manusia yang ditemukan juga berhasil diidentifikasi sebagai Mongolid, tetapi masih ada pengaruh Australomelanesid.
Ditambah lagi, tradisi megalitik memang sangat erat kaitannya dengan laku spiritual.
Terkini Lainnya
- Kapan Perang Badar Terjadi?
- Kapan Perang Uhud Terjadi?
- Biografi KH Hasyim Asy'ari, Pahlawan Nasional dan Tokoh Pendiri NU
- 5 Perjanjian yang Mengakhiri Perang Dunia I
- Perjanjian Saint-Germain, Perjanjian Damai Austria dan Sekutu
- Perjanjian Trianon, Hilangnya Sebagian Besar Wilayah Hongaria
- Perjanjian Neuilly, Bencana Nasional bagi Bulgaria Usia Perang Dunia I
- Perjanjian Sevres, Perjanjian Damai Turki dan Sekutu Usai Perang Dunia I
- Alasan Rakyat Indonesia Menyambut Baik Kedatangan Jepang
- Latar Belakang Kedatangan Jepang ke Indonesia
- Pemimpin Perlawanan Aceh terhadap Jepang
- Latar Belakang Berdirinya PBB
- Tokoh-Tokoh Perang Saparua
- Sebab Khusus Perlawanan Pangeran Diponegoro
- Penyebab Perang Dunia II
- Sidang Ricuh, Alasan Razman Nasution dan Tim Pengacara Ngamuk di Depan Hotman Paris
- Prabowo dan Pembangunan Budaya Literasi Bangsa
- Hasyim Asy’ari, Pulau Gangga, Rurukan, dan Perempuan
- Diplomasi Agama: Daya Tawar Islam Indonesia
- Persahabatan Indonesia dan Mesir: Tantangan dan Peluang Jalur Akademik
- Mengapa RA Kartini Ternama?