airtronicfirearms.com

Bank di Jepang Terapkan Sumpah Darah agar Pegawainya Tidak Mencuri Uang

Ilustrasi Shikoku Bank.
Lihat Foto

- Sebuah bank di Jepang membuat kebijakan unik agar tidak ada aksi pencurian uang yang dilakukan oleh pegawainya.

Shikoku Bank membuat perjanjian kepada para pegawainya untuk bersumpah darah atau melakukan bunuh diri jika kedapatan mencuri uang simpanan di bank itu.

“Siapa pun yang bekerja di bank ini yang mencuri uang atau menyebabkan orang lain mencuri dari bank akan membayarnya dengan hartanya sendiri dan kemudian bunuh diri,” bunyi perjanjian Shikoku Bank dikutip dari BusinessStandard, Senin (25/11/2024).

Disebut sebagai sumpah darah karena perjanjian ini ditandatangani dan dicap darah oleh para pegawai Shikoku Bank.

Setidaknya, ada 23 pegawai, termasuk presiden bank yang telah memberikan cap darahnya dalam perjanjian atau ikrar itu.

“Janji ini merupakan bagian dari dokumen yang ditandatangani dan dicap dengan darah oleh semua 23 pegawai, termasuk Presiden Miura, dari Thirty-seventh National Bank, pendahulu Shikoku Bank, untuk memastikan penanganan uang kertas yang tepat,” tulis pernyataan pihak bank.

Prinsip dari perjanjian ini jelas, yakni menjunjung tinggi standar etika bank.

Jika melakukan penggelapan atau penipuan, selain membayar ganti rugi dengan materi, pelaku juga harus membayarnya dengan nyawa.

Baca juga: Kepala Polisi di Jepang Minta Maaf kepada Pria Tak Bersalah yang Dipenjara 50 Tahun

Asal-usul tradisi sumpah darah

Dilansir dari TokyoWeekender, Kamis (28/11/2024), asal-usul tradisi sumpah darah ini berasal dari Thirty-seventh National Bank yang merupakan pendahulu Shikoku Bank.

Saat itu, bank mewajibkan pegawainya untuk menandatangani sumpah darah serupa sebagai bagian dari komitmen mereka menegakkan standar etika bank.

Praktik ini sebetulnya telah tertanam kuat dalam sejarah budaya penduduk Jepang dalam menjaga integritas dan kehormatannya.

Inti dari sumpah darah ini berasal dari budaya seppuku atau harakiri, yakni ritual bunuh diri yang dilakukan oleh samurai.

Hal itu dilakukan samurai untuk memulihkan kehormatan pribadi dan keluarga setelah adanya kegagalan, aib, atau pengkhianatan.

Para samurai percaya bahwa kematian adalah satu-satunya cara untuk menebus kesalahan dan mempertahankan reputasi mereka.

Prinsip penebusan kesalahan dengan seppuku ini pun telah meresap ke dalam sebagian besar etos sejarah Jepang.

Meski perjanjian ini tampak ekstrem, namun hal tersebut dipercaya dapat meningkatkan standar kerja sesuai etika perusahaan dan kepercayaan publik kepada bank.

Baca juga: Cerita WNI Bawa Oleh-oleh untuk Guru di Jepang, tapi Ditolak karena Termasuk Gratifikasi

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat