airtronicfirearms.com

Klaster Telur Sabiq: Bertahan dengan Inovasi, Berdayakan Perempuan Desa, Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah

Ainur Rohmatin dengan lima produk telur asin Sabiq
Lihat Foto

- "Memulai dari nol itu sudah sulit, tapi saya bahkan memulainya dari minus," begitulah Ainur Rohmatin menggambarkan awal perjalanannya memulai bisnis telur asin Sabiq kepada , Jumat (29/11/2024).

Namun, perempuan asal Desa Cluring, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur ini telah menuai jerih payahnya setelah belasan tahun membangun bisnis.

Ainur bahkan kini memberdayakan perempuan di desanya melalui program KlasterkuHidupku dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Di sebuah ruangan berukuran 2x3 meter, produk telur asin Sabiq dipamerkan dalam etalase kaca. Dindingnya, penuh sertifikat penghargaan dari berbagai instansi pemerintah, baik daerah maupun pusat.

Beberapa bingkai foto Ainur bersama para pesohor dan selebritis Tanah Air juga memenuhi satu sudut dinding. Namun, fotonya bersama motivator Merry Riana sambil membawa papan hadiah bertuliskan "Million Dollar Accelerator Winner IDR 10.000.000" paling menarik perhatian.

"Saya ngefans banget sama Merry Riana," kata ibu dua anak ini sambil membagikan sekilas kisah pertemuannya dengan sang motivator pada 2022.

"Allah itu kalau sudah kun (jadilah), pasti fayakun (maka akan jadi), yang penting ada niat baik," sambungnya.

Namun, di balik kisah kesuksesannya itu, Ainur melewati perjalanan tak mudah dalam mengembangkan bisnisnya.

Baca juga: BRI Bantah Buka Pinjol hingga Rp 500 Juta Tanpa Jaminan dan Survei

Terlilit utang saat memulai bisnis

Ainur memulai bisnisnya pada 2009, ketika kondisi perekonomian keluarga sedang sulit karena terlilit utang. Kala itu, ia melihat banyak besusul atau keong sawah yang dibuang karena dianggap hama bagi petani tambak.

Melihat kondisi itu, ayahnya meminta Ainur untuk memelihara bebek.

"Orangtuaku tidak pernah tahu kondisi saya di sini. Dibelikanlah bebek 25 ekor, dibawa ke sini," cerita perempuan kelahiran Tuban, Jawa Timur ini.

Setiap pagi, ia rela menyusuri tambak warga demi mencari besusul atau keong sawah untuk pakan bebeknya. Sesekali, anaknya ikut menemaninya sambil bermain daun pisang.

Dari 25 bebek itu, ada sekitar 20 butir telur yang dihasilkan setiap minggunya. Telur-telur itu kemudian dijual di pasar yang berjarak sekitar 11 kilometer dari rumahnya.

Dengan harga telur Rp 1.000 per butir, ia berarti hanya memperoleh Rp 20.000 setiap minggunya. Hasil itu tak cukup untuk membantu perekonomian keluarga.

Kembali memutar otak, Ainur pun menghubungi salah satu temannya dari Brebes, Jawa Tengah, kota penghasil telur asin terkenal di Indonesia.

"Akhirnya saya minta ajari buat telur bebek. Ternyata hasilnya bagus, saya setorkan ke warung jadi telur asin saya jual Rp 1.600," jelas dia.

"Ada keuntungan Rp 600, saat itu saya benar-benar 'puasa', yang penting modal nambah, saya tabung," lanjutnya.

Baca juga: Kerja Sama FWD Group dan BRI Life Jadi Studi Kasus di INSEAD Business School

Dipermainkan supplier saat usaha mulai tumbuh

Mengaku sebagai seorang introvert, Ainur awalnya sempat malu menitipkan produk telur asinnya ke lebih banyak warung.

Namun, kondisi keuangan memaksanya untuk melawan rasa malu itu. Ia memberanikan diri untuk menitipkan telur pada setiap warung.

Setelah mendapatkan sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan pelatihan dari Dinas Perindustrian Kabupaten Lamongan pada 2015, usahanya terus berkembang.

Bahkan, produksi telur asinnya meningkat pesat dari 20 butir hingga 750-1.000 per minggu dan menjadi 3.000 butir pada 2017.

Dengan jumlah produksi yang begitu besar, Ainur akhirnya memilih untuk membeli telur dari supplier luar kota.

Akan tetapi, saat usaha telur asin Sabiq mulai membaik, ujian mulai datang. Menurutnya, supplier berbuat curang dengan mengirimkan barang tak sesuai pesanan.

"Saya minta 3.500, dikirim 500. Saya hitung-hitung, kok kayak kerja bakti ya. Ternyata uang saya nyantol Rp 15,3 juta di sana. Telur saya ramai, tapi kok enggak ada untungnya," paparnya.

"Itu jadi titik terendah saya. Ngumpulin bertahun-tahun, tapi hanya dikasih Rp 2 juta. Saya ke rumahnya diusir kaya orang-orang ngemis. Saya nangis, berusaha ikhlas agar tidak kepikiran. Saya pasrah kepada Allah," sambungnya.

Baca juga: Unggul Dalam Tata Kelola, BRI Dinobatkan Sebagai The Most Trusted Company 2024

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat